Wajar
|Apa pertanyaanku pada sms-sms yang terdahulu terlalu sulit untuk kamu balas, Yanindra. Kalau menurutku pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang mudah untuk dijawab. Anak yang masih sd saja pasti bisa jawab pertanyaan disms ku yang ku kirim padamu. Anak sekolah dasar saja bisa, mosok kamu yang mantan mahasiswa tidak bisa hanya sekedar membalas sms itu. Aku tidak membutuhkan jawaban yang banyak, Yanindra. Aku cuman ingin sms, ku kamu balas. Itu bukan pertanyaan sulit, Yanindra. Apalagi kamu sudah sarjana, Anak-anak yang baru pegang hp mesti bisa untuk menjawab pesan singkatku yang kemarin-kemarin. Maaf Yanindra, kalau aku sedikit emosi.
Wajar saja kalau aku emosi, Yanindra. Sudah berapa ratus smsku ku kirim kepadamu namun tak terbalas sama sekali. Sedikit mangkel, tapi terus ku coba untuk sms kamu. Sekali lagi Yanindra, aku nggak suka telepon. Kalau lewat telepon suaraku tidak terlalu jelas intonasinya, suaraku jelek Yanindra. Tidak seperti suaramu yang sangat merdu itu. Makanya kalau dulu saat telpon dengan kamu itu aku kebanyakan diam saja, aku tak berdaya mendengar suaramu. Seoalah-olah suaramu menyihirku untuk diam seribu bahasa, dan hanya sekedar menikmati alunan harmoni suaramu.
Wajar saja kalau aku emosi, Yanindra. Pertanyaanku itu nggak begitu sulit lho. Lebih sulit lagi pertanyaan apa benar candi Borobudur peninggalan King Solomon. Apa benar para Nabi zaman dahulu hidup di tanah Jawa ini. Apa benar kalau Jawa itu merupakan Atlantis yang tenggelam seperti yang dikatakan Plato. Bagaimana mungkin nuswantara yang dulu mencapai kejayaan Majapahit kemudian seolah-olah nggak berdaya. Dan apa benar kita dijajah oleh Belanda selama tiga setengah abad. Kalau pertanyaan-pertanyaan seperti itu mesti tidak ku tujukan kepadamu, akan aku tujukan kepada mbak-mbak gemes yang kemarin aku jumpai saat seminar di kampus yang membahasa buku Suma Oriental karya dari Tome Pires.
Wajar saja aku kalau kesengsem sama mbak-mbak gemes tersebut, Yanindra. Lha wong kulitnya putih kayak beras. Mungkin setiap hari perawatan, mandi susu kek, luluran kek, sering pakai baju lengan panjang kek, tinggal di kamar yang ber ac kek dan lain sebagainya bisa membuat kulit menjadi putih. Bagaimana tidak kesengsem Yanindra, wong mbak-mbaknya itu duduk tepat di samping ku sebagai pembawa acara. Suaranya Yanindra, nggak kalah jauh dengan suaramu, merdu. Hampir semua peserta seminar terpesona. Tapi katanya beras yang warnanya terlalu putih itu malah kandungan gizinya rendah, Yanindra. Kalau beras terlalu putih bisa-bisa itu menggunakan pemutih baju. Kalau nggak salah namanya doni
Sebenarnya pertanyaanku itu mudah, Yanindra. Serius itu sangat mudah, dan kamu mesti mudah untuk menjawabnya. Namun karena beberapa pertimbangan mungkin kamu urung mengirimkan pesan singkat yang sudah kamu ketik. Mungkin dikarenakan satu dua hal kesibukan sehingga setelah mengetik kamu lupa untuk mengirimnya kepadaku. Wajar saja itu Yanindra, lha wong kamu kan orangnya sibuk. Bisa dibilang kamu adalah wanita pekerja keras. Biasanya wanita-wanita seperti itu nikahnya malah diusia tiga puluhan, Yanindra. Dosenku dulu ada, Yanindra, dosen perempuan menikah di usia 40-50an tahun. Semakin tinggi pendidikan akan membuatnya semakin selektif dalam memilih sesuatu, termasuk pasangan.
Padahal pertanyaanku kan cuman singkat, namun kenapa tidak kamu balas Yanindra. Kalau anak muda yang sedang jatuh cinta, segala cara akan dilakukan untuk mewujudkan cintanya. Hujan badai dia terjang untuk menemui mu. Panas matahari tidak mampu membakar kulitnya yang kalau sama kamu lebih sedikit putih dia, Yanindra. Itu adalah orang-orang yang sedang masa pendekatan. Kalau-kalau cinta ditolak alias tak terbalas, kadang merasakan sakit namun ada beberapa orang yang biasa-biasa saja alias sukses move on. Kasihan bagi orang-orang yang jatuh cinta akan tetapi tidak terbalas. Kasihan Rahwana yang harus bertapa puluhan tahun untuk mendapatkan cinta Sinta, akan tetapi tak terbalas.
Wajar saja aku marah Yanindra, lha wong sms ku cuman nanyakan
“kamu lagi apa Yanindra?”
“selamat tidur Yanindra, jangan lupa berdoa ya”
“bangun Yanindra”
“selamat bekerja Yanindra, semoga Tuhan memberikan kemudahan dalam hidupmu”
“jangan lupa makan, Yanindra”
Apa pertanyaanku itu telalu sulit untuk mu, Yanindra. Bukankah itu penyataan bosa-basi dua insan manusia yang akan melakukan interaksi. Bukankah demikian itu merupakan pertanyaan yang wajar bagi seseorang untuk memulai pembicaraan. Bosa-basi dalam kehidupan memang akrab dengan leluhurku. Kalau kamu singgah di rumah orang Jawa, mesti kamu akan ditawari untuk makan, Yanindra, itu pasti. Itu bosa-basi untuk mencairkan suasana, membuat suasana lebih akrab. Si tuan rumah mesti juga tau kalau yang ditawari makan mesti juga nggak mau makan. Tapi itu namanya juga bosa-basi. Kalau untuk orang Jawa yang nggak Njawani aku kurang tahu, Yanindra.
Apa susahnya sih menjawab pertanyan-pertanyaan itu, Yanindra. Anak didikku yang masih smp saja musti bisa menjawab pertanyaan itu kok. Kenapa kamu yang sarjana nggak bisa menjawab. Kalau menurutku pendapatku ini bukan karena kamu nggak bisa membalas, Yanindra, tapi nggak mau membalas. Setiap ada kemauan selalu ada jalan, Yanindra. Tuhan telah memfirmankan kepada kita bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Kalau mbak-mbak gemes itu ternyata memakai baju batik yang memiliki corak dan warna yang nggak beda jauh dengan yang aku pakai, Yanindra. Wajar saja kalau dari tadi aku senyam-senyum. hohoho