Terbentuknya Jaringan Nusantara dan Akulturasi Budaya
|Apa itu Nusantara?
Apakah sama antara Indonesia dengan Nusantara?
Mari bahas satu persatu.
Istilah Nusantara merupakan salah satu konsep kenegaraan zaman Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit dibagi menjadi tiga bagian wilayah yaitu Negara Agung[1], Mancanegara[2] dan kemudian Nusantara. Nusantara berasal dari kata “nusa” yang berarti pulau dan antara yang artinya sebarang/lain. Nusantara pada zaman kerajaan Majapahit merupakan daerah di luar Jawa tetapi masih masuk dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit, dan diharuskan membayar upeti. Dalam Kitab Negarakertagama dijelaskan bagaimana luasnya kekuasaan dari Kerajaan Majapahit yang meliputi wilayah Indonesia saat ini ditambah wilayah Malaysia, Singapura, Brunei dan sebagian kepulauan Philipina.
Kata Nusantara kemudian diperkenalkan oleh EFE Douwes Dekker[3] (beberapa sumber menulis Ki Hajar Dewantara) untuk menyebutkan wilayah Hindia-Belanda pada sekitar tahun 1920an. Hindia–Belanda yakni wilayah yang dikuasai oleh Belanda. Nusantara kemudian diartikan sebagai wilayah yang membentang dari Aceh sampai Papua.
Kalau nama Indonesia?
Istilah Indonesia dikenalkan oleh George Samuel Windsor Earl dalam tulisannya yang berjulud “on the leading characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations” pada tahun 1850. Pada saat itu Earl mengusulkan penyebutan Indunesia atau Melayunesia untuk menggantikan nama Hindia. Pada tahun 1884, adolf bastian dari Jerman menulis buku “Indonesien oder die inseln des Malayischen Archipel”
Jadi untuk saat ini, Indonesia dan Nusantara mengacu pada wilayah yang membentang dari Aceh sampai Papua. Secara popular wiilayah Indonesia itu membentang dari kota Sabang[4] (di Pulau We) sampai kota Merauke (Papua), dari Pulau Miangas (Sulawesi Utara) sampai Pulau Rote (Nusa Tenggara Timur).
Sebelumnya pada kelas X semester I, sudah dibahas mengenai berbagai kerajaan di Indonesia yang bercorak Hindu maupun Budha yaitu:
Kerajaan Kutai diperkirakan pada tahun 400 M (abad ke-5 M).
Kerajaan Tarumanegara sekitar abad ke-5
Kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke-7
Kerajaan Kalingga sekitar abad ke – 7
Kerajaan Mataram Kuno sekitar abad ke-8
Kerajaan Bali sekitar abad ke- 9
Kerajaan Kediri sekitar abad ke-11
Kerajaan Singasari sekitar abad ke-13
Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-13
Berdirinya Kerajaan Kerajaan tersebut tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan perdagangan. Faktor Indonesia termasuk salah satu negara yang penting adalah letak Indonesia yang strategis dan Indonesia kaya akan sumber daya alam yang diperdagangkan. Indonesia letaknya strategis yang menghubungkan perdagangan antara Cina dengan India[5] dan daerah lainnya. Dahulu perdagangan melalui jalur darat yang disebut dengan jalur sutera[6]. Setelah pindah melalui jalur laut, Indonesia menjadi ramai disinggahi oleh para pedagang asing antara lain India, Cina dan Arab. Perkembangan selanjutnya dengan adanya kontak tersebut muncul kerajaan di Indonesia dengan pusat pusat perdagangannya.
Kerajaan-kerajaan tersebut berkembang menjadi kerajaan besar yang menjadi representasi pusat pusat kekuasaan yang kuat dan mengontrol kerajaan-kerajaan yang lebih kecil di Nusantara. Kerajaan kerajaan kecil yang tunduk harus membayar upeti. Kerajaan yang pernah memiliki wilayah yang luas yakni Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Kerajaan Sriwijaya bercorak Budha dan terletak di Pulau Sumatera. Sedangkan Kerajaan Majapahit bercorak hindu dan terlekat di Pulau Jawa. Kerajaan Sriwijaya terkenal dengan kerajaan maritim. Sedangkan Kerajaan Majapahit dengan patihnya Gajah Mada berhasil memiliki wilayah yang sangat luas.
Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Buddha
Akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan baru yang merupakan hasil percampuran itu masing-masing tidak kehilangan kepribadian/ciri khasnya. Adanya kontak perdagangan mengakibatkan terjadinya akulturasi budaya antara kebudayaan India dengan Kebudayaan asli Indonesia.
Seni Bangunan
Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya merupakan bentuk akulturasi antara unsur-unsur budaya HinduBuddha dengan unsur budaya Indonesia asli. Candi berasal dari kata “Candika” yang merupakan perwujudan Dewi Durga sebagai dewi kematian. Candi merupakan tempat untuk pemujaan dewa-dewi (bagi agama Hindu) ataupun memuliakan Budha. Candi juga merupakan replika tempat tinggal para dewa di Gunung Mahameru.
Bangunan yang megah, patung-patung perwujudan dewa atau Buddha, serta bagian-bagian candi dan stupa adalah unsur-unsur dari India. Bentuk candi-candi di Indonesia pada hakikatnya adalah punden berundak yang merupakan unsur Indonesia asli. Punden Berundak merupakan salah satu peninggalan zaman Megalitikum yang digunakan untuk memuja roh nenek moyang. Candi Borobudur merupakan salah satu contoh dari bentuk akulturasi tersebut.
Seni Rupa dan Seni Ukir
Masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat, dan seni ukir. Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding-dinding candi. Misalnya, relief yang dipahatkan pada dinding-dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat Sang Buddha. Di sekitar Sang Buddha terdapat lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung, perahu pinisi dan burung merpati.
Seni Pertunjukan
Menurut JLA Brandes, gamelan merupakan satu diantara seni pertunjukan asli yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebelum masuknya unsur-unsur budaya India. Selama waktu berabad abad gamelan juga mengalami perkembangan dengan masuknya unsur-unsur budaya baru baik dalam bentuk maupun kualitasnya. Gambaran mengenai bentuk gamelan Jawa kuno masa Majapahit dapat dilihat pada beberapa sumber, antara lain prasasti dan kitab kesusastraan.
Seni Sastra dan Aksara
Pengaruh India membawa perkembangan seni sastra di Indonesia. Seni sastra waktu itu ada yang berbentuk prosa dan ada yang berbentuk tembang (puisi). Berdasarkan isinya, kesusastraan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tutur (pitutur kitab keagamaan), kitab hukum, dan wiracarita (kepahlawanan).
Berkembangnya karya sastra terutama yang bersumber dari Mahabarata dan Ramayana, melahirkan seni pertunjukan wayang kulit (wayang purwa). Akulturasi nampak dengan adanya tokoh punakawan seperti Semar, Gareng, dan Petruk. Tokoh tokoh ini tidak ditemukan di India.
Sistem Kepercayaan
Penggunaan Candi di India dengan di Indonesia sedikit berbeda. Di India, Candi digunakan untuk memuja dewa dewi maupun memulikan Budha. Sedangkan di Indonesia, Candi selain digunakan untuk ritual keagamaan tersebut juga digunakan untuk memuliakan arwah raja yang telah meninggal. Contoh Raden Wijaya raja pertama dari Kerajaan Majapahit meninggal dunia dan didharmakan di Candi Simping (Sumberjati, Blitar) dalam perwujudan Hariwara (Siwa dan Wisnu dalam satu arca).
Sistem Pemerintahan
Sebelum kedatangan pengaruh dari India, sistem pemerintahan di Indonesia berdasarkan suku suku. Kepala suku dipilih berdasarkan kemampuan yang dimiliki yang dikenal dangan istilah “primus interperes”. Setelah masuknya pengaruh India, mempengaruhi sistem pemerintahan yang berlaku. Di Indonesia diperkenalankan menganai sistem kerajaan. Seorang raja dianggap sebagai perwakilan dewa dimuka bumi / kultus dewa raja. Kekuasaan raja dilakukan secara turun temurun.
Salah satu bukti akulturasi dalam bidang pemerintahan, misalnya seorang raja harus berwibawa dan dipandang bila sang raja memiliki kekuatan gaib seperti pada pemimpin masa sebelum Hindu-Buddha. Karena raja memiliki kekuatan gaib, maka oleh rakyat raja dipandang dekat dengan dewa. Raja kemudian disembah, dan kalau sudah meninggal, rohnya dipuja-puja
(Materi Sejarah Indonesia kelas 10 semester 2)
Sumber:
Ratna Hapsari dan M. Adil. 2016. Sejarah Indonesia Jilid I untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Wajib
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Sejarah Indonesia/Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. –Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
[1] Merupakan daerah sekeliling ibu kota kerajaan tempat raja memerintah. Pusat kerajaan Majapahit diduga berada di daerah Mojokerto.
[2] Mancanegara adalah daerah daerah di luar Pulau Jawa dan sekitarnya yang budayanya masih mirip dengan Negara Agung, tetapi sudah berada di daerah perbatasan. Daerah yang termasuk Mancanegara antara lain Madura, Bali dan Palembang
[3] Ernest Francois Eugene Douwes Dekker atau Danurdirja Setiabudi merupakan salah satu pendiri dari organisasi pergerakan nasional Indische Partij. EFE Douwes Dekker bersama Cipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara dikenal dengan julukan “Tiga Serangkai”. E.F.E Douwes Dekker merupakan keponakan dari Eduard Douwes Dekker salah satu penentang tanam paksa yang dikenal dengan membuat buku “Max Havelar” dengan nama pena “Multatuli”
[4] Beberapa sumber menyebutkan bukan pulau We yang merupakan pulau paling barat Indonesia melainkan Pulau Benggala. Pulau Benggala terletak 5047’34” LU dan 94058”21”BT yang letaknya sebelah barat Pulau We. Pulau ini berupa pulau karang yang tidak berpenghuni.
[6] Jalur Sutra (the silk road) merupakan sebuah jalur perdagangan yang menghubungkan antara Asia bagian timur dengan Asia bagian barat. Jalur pedagangan ini menghubungkan antara Cina dengan laut tengah yang pada saat itu merupakan pusat perdagangan di Eropa. Jalur Sutra dinamakan demikian kaitannya dengan komoditas barang yang dibawa salah satu unggulannya adalah Sutra. Barang barang diangkut menggunakan kuda dan unta. Tantangan alam yang sangat keras, adanya perampok, dan waktu yang lama, serta ditemukannya jalur baru, para pedagang mengalihkan jalur dari darat ke jalur laut.