Tamasya

TamasyaJargon “Ayo Kerja” kalau di negara Begundal mau dirubah menjadi “Ayo Tamasya”, Yanindra. Soalnya orang mulai jenuh setiap hari harus kerja, kerja dan kerja. Setiap hari harus berinteraksi dengan yang itu-itu terus. Sampai-sampai temanku bilang, hidup ini monoton, berangkat pagi pulang petang, malam tidur, pagi berangkat pagi. Sesekali mbok yao mencari hiburan, yakni tamasya. Negeri ini pemandangan alamnya sungguh eksotis, Yanindra. Wajar saja kalau orang luar berbondong-bondong datang ke sini. Malah orang sini pergi keluar negeri, ya biar adil, Yanindra. Kalau nggak pakai alasan itu, ya alasannya rumput tetangga lebih kelihatan hijau dibandingkan rumput di pekarangan sendiri.

Orang kok nyuruh kerja terus-terusan, mbok yao sesekali menyuruh untuk tamasya. Tubuh manusia itu selain membutuhkan nutrisi jasmani juga membutuhkan vitamin rohani, ya salah satunya dengan tamasya. Ngapain harus setiap hari kerja, kalau hasilnya sudah jelas nggak mampu merubah kondisi yang sudah ada. Kalau kita terus kerja-kerja dan kerja memperbaiki bangsa, sedangkan yang lain terus merusak bangsa, kan ya sama saja, Yanindra. Dan terkadang kerja kita itu nggak pernah dipandang oleh orang lain. Ya, karena kita itu orang bawahan, kalau mbahku bilang wong cilik

Aku usul, Yanindra. Kalau mau tamasya itu ke pantai saja. Sebagai orang yang pernah kuliah di jurusan sejarah, aku sudah akrab dengan berbagai tempat tamasya, Yanindra. Dari makam-makam, candi-candi, museum-museum pernah aku kunjungi. Makanya kemarin aku menasehati dedek-dedek gemes untuk kuliah mengambil jurusan sejarah. Selain kita bisa piknik setiap semester, kita juga menjadi lebih bijaksana dalam memandang hidup, itu yang utama. Jadi jangan selalu berpikir kalau sejarah itu hanya masa lalu, dan hanya pelampiasan orang-orang yang gagal move on.

Di pantai nanti akan kita jumpai banyak mbak-mbak gemes. Kita bisa bermain ombak, main pasir, bahkan kalau mau kisa bisa main hati dengan cara kenalan sama mbak-mbak gemes yang berbaju merah itu. Itu lho yang kemarin aku lihat di Parangtritis. Mbak-mbaknya dari tadi hanya melipat tangannya di dada memandang lautan luas. Sesekali mbak-mbak gemes itu menyuguhkan senyum, bukan untukku Yanindra, melainkan untuk hamparan laut yang begitu luas. Mungkin dalam pikirannya, oh begitu hebatnya kuasa Tuhan. Nikmat Tuhan mana lagi yang membuatmu tidak bersyukur???

Ombak laut bekejar-kejaran………

Sambil membasahi tubuhku dengan air laut, sesekali aku masih memeperhatikan mbak-mbak yang tadi, posisinya tidak berubah sama sekali dari posisinya yang awal tadi. Mbak-mbak gemes itu memandang temannya yang sedang asyik bekejar-kejaran dengan ombak lautan. Mungkin mbak-mbak gemes itu menunggu moment untuk nantinya menggabungkan diri bersama teman-temannya. Kenapa sih mbak-mbak gemes itu lebih memilih warna merah, nggak warna hitam. Padahal warna hitam itu keren lho, Yanindra

Oh iya, kamu kan juga sering pakai kemeja atau kaos yang berwarna hitam. Itu membuatmu semakin cantik kok, Yanindra. Kebanyakan orang hanya memiliki pandangan sempit, kalau memakai baju hitam itu tandanya berduka. Padahal kalau pakai baju hitam kan tambah keren. Namun sepengetahuanku selama ini belum ada partai yang mengidolakan warna hitam sebagai identitas partainya. Kebanyakan partai ya warnya itu-itu saja, kalau nggak kuning, merah, biru dan putih, belum ada partai yang baju kampanyenya hitam.

Sepengetahuanku, di Parangtritis itu boleh kok, pakai baju hitam, yang nggak boleh kan warna hijau. Itu kan sudah rahasia umum Yanindra, warna hijau kan warna favorit nyi roro kidul. Selama ini kan seperti itu, Yanindra. Banyak orang yang takut memakai warna hijau kalau pergi ke Parangtritis. Takut nanti dibawa nyi roro kidul masuk ke dalam istananya. Dulu pernah ada seorang ksatria yang dibawa ke istana laut selatan, Yanindra. Pemuda yang tampan, kurang lebih ya mirip dengan aku, itu malah betah di istana nyi roro kidul lho, Yanindra. nama pemuda itu adalah Sutawijaya.

Byuuurrrrrrrrrrrrrrrrrr

Gulungan ombak besar menyeretku ke pantai.

Tenggorokanku rasanya penuh dengan air laut yang sangat asin, Yanindra. Aku menjadi terbatuk-batuk, sambil mengeluarkan beberapa tetes air dari hidung dan telingaku. Aku berjalan menuju hamparan pasir luas, yang di sana masih ada mbak-mbak gemes berbaju merah. Dari tadi posisinya masih sama, Yanindra. Melihat lautan luas dengan sesekali tersenyum. Aku coba menghampirinya.

kalau boleh tau, senyum mbak itu untuk siapa ya???”

untuk orang yang selalu kerja, kerja dan kerja siang dan malam demi negeri ini. terkhusus untuk orang yang bisa membuat garam. Kadang aku merasa miris, kenapa dengan lautan yang begitu luasnya, kita masih harus impor garam, apa nggak malu sama nyi roro kidul” jawab mbak-mbak gemes itu dengan penutup sebuah senyuman manis.

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *