Satu Hari
|Entah ini adanya rekayasa atau kebetulan semata, Yanindra. Aku tidak begitu tahu ini semua berjalan secara wajar, atau ini memang dibuat-buat. Semua terjadi kayak alur cerita di televisi itu. Kalau ini memang benar seperti cerita di televisi itu, pasti ini ada sutradaranya, Yanindra. Aku dan mbak-mbak gemes itu hanya lakon semata. Berarti laku kami sudah ada yang mengatur,yaitu sang sutradara kehidupan. Kalau ini memang benar-benar seperti itu, ini bukan rekasaya yang aku lakukan. Aku tidak bisa seperti orang-orang zaman dahulu yang pinter merekayasa sebuah peristiwa. Aku adalah orang dengan pribadi yang lugu, dan masih bersih, Yanindra.
Kemarin itu entah kesengajaan atau tidak. Aku ketemu dengan mbak-mbak gemes itu. Niatnya awal aku ingin menyelesaikan satu persoalan yang aku hadapi, yakni tes bahasa Inggris. Aku sekarang menyesal, Yanindra, kok kenapa dulu kita hanya dijajah inggris sebentar. Kalau nggak salah dalam catatan buku sejarahku saat masih sekolah dulu, bangsa kita pernah dijajah oleh negara Inggris yakni tahun 1811-1816, hanya lima tahun. Seandanyai dijajahnya agak lama pasti leluhurku pintar bahasa Inggris. Kadang aku merasa agak iri dengan anak-anak yang tinggal di kota Manchester, selain bisa menyaksikan pertandingan bola Manchester United, mereka masih kecil sudah pinter bahasa Inggris. Sementara aku, yang sudah tua Bangka, paling mentok bahasa Inggrisku cuman I love you.
Tesnya belum jadi, akhirnya aku malah ketemu dengan mbak-mbak gemes itu. Ini bukan scenario yang aku buat, Yanindra. Ini bukan seperti peristiwa semalam, alias malam simalakama pada tanggal satu oktober yang katanya penuh dengan settingan. Kalau ini benar-benar aku tidak merencanakannya dari awal. Aku takunya nanti kalau aku merencanakannya, dan ternyata tidak jadi kan kasihan mbak-mbak gemes itu. “semua hanya wacana om om”. Itu pernyataan dari mbak-mbak gemes yang dari kemarin menunggu kedatanganku. Mungkin sudah pupus harapan mbak-mbak gemes itu untuk berjumpa denganku. Mau boleh buat, Yanindra, dengan berbagai kesibukanku dan kesibukannya, sulit sekali untuk menemukan titik temu.
Satu hari itu mungkin tidak akan pernah aku lupakan, Yanindra. Untuk pertama kalinya setelah vacuum beberapa abad, jok bagian belakang sepedaku tidak ada yang menduduki, akhirnya hari ini ada mbak-mbak gemes yang mau duduk di tempat itu. Mungkin sudah berdebu, dan mungkin sudah banyak jaring-jaring laba-laba, tapi kalau mau dibersihkan sedikit malah itu adalah bagian yang masih nampak baru lho, Yanindra. Pada hari itulah, sepeda motor ku memboncengkan mbak-mbak gemes. Kalau seingatku dulu, kamu adalah wanita terakhir yang duduk disana, Yanindra.
Hari yang istimewa, seperti hari pada tanggal satu oktober yang baru diperingati kemarin, Yanindra. Hari dimana merubah segalanya. Tanggal tujuh belas Agustus, merubah bangsa ini dari bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang merdeka. Tanggal lima juli, Bung Karno mengeluarkan dekrit presiden yang menyatakan kembali berlakunya undang-undang empat lima, dan tanggal istimewa lagi yakni tanggal satu oktober, yakni peristiwa terbunuhnya beberapa jenderal yang katanya dilakukan oleh PKI. Tapi hari ini benar-benar hatiku terbunuh oleh mbak-mbak gemes yang duduk dibelakangku, Yanindra.
Di sepanjang jalan, kami berdua asyik mengobrol. Tidak ada rasa kaku atau canggung atau gimana, pokoknya kami langsung nyetel begitu saja. Padahal ini perjumpaan yang kedua. Mbak-mbak gemes itu memang aku tidak begitu kenal dengannya, Yanindra. Tapi kami langsung klop begitu saja. Seperti saat awalnya aku tidak tahu siapa itu Soeharto, Yanindra. Tapi setelah tanggal satu oktober itu namanya semakin mengendonesia. Dari pusat sampai daerah kenal siapa pemilik senyum dingin itu. Awalnya tidak kenal, tapi berkat peristiwa satu malam itu kemudian Soeharto mampu menguasai tanah ibu pertiwi hingga tiga puluh dua tahun.
Jangan-jangan mbak-mbak gemes itu juga melakukan hal yang sama kepadaku, Yanindra.
Semua ku kembalikan kepada Yang Maha Pengatur segalanya