Politik Etis/ Balas Budi
Politik Etis atau Politik Balas Budi (1902) adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang
Munculnya politik etis dilatarbelakangi oleh :
- Sistem ekonomi liberal tidak mengubah nasib rakyat.
- Tanam paksa memberi keuntungan besar bagi Belanda sebaliknya menimbulkan penderitaan rakyat.
- Belanda melakukan penekanan dan penindasan terhadap rakyat .
- Rakyat kehilangan tanah sebagai hak milik utamanya.
- Adanya kritik terhadap praktik kolonial liberal.
Beberapa tokoh yang melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah colonial Belanda di Indonesia antara lain Van Kol melancarkan kritik di Indonesia sebagai politik drainage/penghisapan. Van Deventer usulannya dikenal dengan Trilogi Van Deventer yang meliputi
- Irigasi, membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
- Emigrasi, mengajak penduduk untuk bertransmigrasi
- Edukasi, memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
Brooschooft berpendapat selama 1 abad lebih,Belanda telah mengeruk keuntungan dari rakyat Indonesia dan tidak mengembalikannya. Dan Baron Van Hovell meminta perbaikan nasib rakyat Indonesia dari sidang parlemen.
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda.
Penerapan Politik Etis menyimpang dari apa yang telah ditentukan. Berikut ini penyimpangan-penyimpangan tersebut: Pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.; Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah.
Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya; Emigrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatra Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Karena Emigrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri
Kegagalan politik Etis
Kegagalan politik etis,tampak dalam kenyataan-kenyataan sebagai berikut :
- Sistem ekonomi liberal hanya memberi keuntunga besar bagi Belanda.
- Sangat sedikit penduduk pribumi yang memperoleh keuntungan dan kedudukan yang baik.
- Pegawai negeri golongan pribumi hanya dijadikan alat untuk mendapatkan tenaga kerja terdidik yang murah, sehingga dominasi Belanda tetap sangat besar.
Related Posts
-
Gubernur Jenderal dan Kebijakan VOC di Indonesia
Tidak ada Komentar | Apr 20, 2016
-
Sistem Pemerintahan pada masa Kolonial Belanda
Tidak ada Komentar | Sep 1, 2016
-
Penjelajah Samudera
1 Komentar | Jul 27, 2016
-
Kedatangan Portugis ke Indonesia
1 Komentar | Jul 27, 2016
About The Author
doni setyawan
Mari berlomba lomba dalam kebaikan. Semoga isi dari blog ini membawa manfaat bagi para pengunjung blog. Terimakasih