Perlawanan Rakyat Maluku terhadap VOC
Maluku adalah pulau penghasil rempah-rempah (spicy island). Di sana muncul berbagai kerajaan Islam antara lain Ternate dan Tidore. Bangsa Eropa yang pertama kali datang ke Maluku adalah Portugis kemudian disusul Spanyol. Berdasarkan perjanjian Saragosa[1] kemudian hanya Portugis yang memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Pada abad ke-17, bangsa Belanda datang di Maluku dan segera terjadi persaingan antara Belanda dan Portugis. Belanda akhirnya berhasil menduduki benteng Portugis di Ambon dan dapat mengusir Portugis[2] dari Maluku (1605).
Belanda yang tanpa ada saingan kemudian juga melakukan tindakan yang sewenang-wenang, yakni:
- Melaksanakan sistem penyerahan wajib sebagian hasil bumi (rempah-rempah) kepada VOC (contingenten).
- Adanya hak ekstirpasi[3] dan penanaman kembali secara serentak apabila harga rempah-rempah di pasaran naik/ meningkat.
- Mengadakan pelayaran Hongi (patroli laut), yang diciptakan oleh Frederick de Houtman (Gubernur pertama Ambon) yakni sistem perondaan yang dilakukan oleh VOC dengan tujuan untuk mencegah timbulnya perdagangan gelap dan mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan di seluruh Maluku.
Tindakan-tindakan penindasan tersebut di atas jelas membuat rakyat hidup tertekan dan menderita, sebagai reaksinya rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata melawan VOC. Pada tahun 1635-1646 rakyat di kepulauan Hitu bangkit melawan VOC dibawah pimpinan Kakiali dan Telukabesi. Pada tahun 1650 rakyat Ambon dipimpin oleh Saidi. Demikian juga di daerah lain, seperti Seram[4], Haruku dan Saparua; namun semua perlawanan berhasil dipadamkan oleh VOC.
Sampai akhir abad ke-17 tidak ada lagi perlawanan besar; akan tetapi pada akhir abad ke-18 muncul lagi perlawanan besar yang mengguncangkan kekuasaan VOC di Maluku. Jika melawan Portugis, Ternate memegang peranan penting, maka untuk melawan VOC, Tidore yang memimpinnya. Pada awalnya VOC berdagang di Tidore kemudian dengan berbagai tipu muslihat akhirnya kerajaan Tidore memiliki hutang kepada VOC dan harus menyerahkan wilayahnya kepada VOC. Oleh karena itu rakyat Tidore mengangkat senjata melawan VOC
Pada tahun 1780 rakyat Tidore bangkit melawan VOC di bawah pimpinan Sultan Nuku[5] dan berhasil mengusir VOC dari Maluku. Selanjutnya Sultan Nuku juga berhasil menyatukan Ternate dengan Tidore. Setelah Sultan Nuku meninggal (1805), tidak ada lagi perlawaan yang kuat menentang VOC, maka mulailah VOC memperkokoh kekuasaannya kembali di Maluku. Perlawanan yang lebih dahsyat di Maluku baru muncul pada permulaan abad ke-19 di bawah pimpinan Pattimura (1817)[6].
[1]Perjanjian Saragosa/ Zaragosa merupakan perjanjian kedua antara Portugis dan Spanyol yang merupakan kelanjutan dari Perjanjian Tordesillas. Isi dari Perjanjian Saragosa yaitu bumi dibagi atas dua pengaruh yaitu pengaruh bangsa Spanyol dan Portugis. Wilayah kekuasaan Spanyol membentang dari Meksiko kea rah barat sampai kepulauan Filipina dan wilayah kekuasaan Portugis membentang dari Brazil ke arah timur sampai kepualaun Maluku. Daerah di sebelah barat garis saragosa adalah penguasaan Portugis sedangkan di sebelah selatan timur saragosa adalah penguasaan Spanyol
[2] Portugis setelah meninggalkan Maluku kemudian menetap di Timor-Timur.
[3] Hak Ekstirpasi adalah hak VOC untuk melakukan penebangan rempah-rempah yang jumlahnya berlebih sehingga barang tetap terbatas dan harganya mahal.
[4] Seram merupakan salah satu kerajaan yang tergabung dengan Uli Lima yaitu terdiri dari Seram, Obi, Bacan, Ambon dan Kerajaan Ternate.
[5] Sultan Nuku menerapkan strategi adu domba untuk mengusir VOC di Maluku. Strategi tersebut dilakukan dengan cara mengadu domba antara VOC dengan Inggris. Taktik ini berhasil mengusir VOC dari Tidore dan Ternate, sedangkan untuk Inggris boleh berdagang biasa di kerajaan tersebut.
[6] Berdasarkan Konvensi London Indonesia dikembalikan kepada Belanda. Isi dari Konvensi London yaitu 1) Nusantara dikembalikan kepada Belanda. 2) Jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap Koloni, Guyana, tetap di tangan Inggris. 3) Cochin (di pantai Malabar) diambil alih oleh Inggris sedangkan Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai gantinya.
Related Posts
-
Proses Kedatangan Bangsa Eropa ke Indonesia
Tidak ada Komentar | Apr 4, 2016
-
Politik ekonomi Liberal Zaman Kolonial Belanda
Tidak ada Komentar | Mei 10, 2016
-
Faktor Kegagalan Bangsa Indonesia Mengusir Penjajah
1 Komentar | Jan 18, 2018
-
Imperialisme
Tidak ada Komentar | Jul 27, 2016
About The Author
doni setyawan
Mari berlomba lomba dalam kebaikan. Semoga isi dari blog ini membawa manfaat bagi para pengunjung blog. Terimakasih