Perjanjian Linggarjati dan Dampaknya bagi Indonesia
|Setalah proklamasi diucapkan oleh Sukarno yang didampingi Hatta, bukan merupakan akhir perjuangan bangsa Indonesia. Proklamasi bukanlah tujuan akhir dari perjuangan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia harus masih berusaha untuk mempertahankan kemerdekaan dan kemudian mengisi kemerdekaan dengan melakukan pembangunan. Usaha mempertahankan kemerdekaan inilah, kondisi yang sangat menegangkan penuh dengan problematika dan romantika. Pada dasarnya antara merebut dan mempertahankan itu lebih sulit untuk merebut. Akan tetapi apabila kita tidak bisa mempertahankan kemerdekaan, kita akan kembali menjadi bangsa pecundang yang terkekang di tanah air sendiri.Perjuangan bangsa Indonesia guna menghadapi Belanda yang dibantu sekutunya tidaklah mudah. Belanda sangat berhasrat kembali menjajah Indonesia segala cara dilakukan negara tersebut. Dalam menghadapi kedatangan kembali musuh lama, bangsa Indonesia terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang menggunakan cara kekerasan dan cara Perjanjian. Jalur kekerasan dilakukan dengan tuntutan merdeka seratus persen. Orang-orang yang menggunakan cara ini berkeyakinan bahwa cara diplomasi akan sangat merugikan bangsa Indonesia. Orang-orang yang menempuh jalur Perjanjian memiliki pemikiran yaitu dengan berunding akan mengurangi korban perang.
Pada hakikatnya, cara yang ditempuh bangsa Indonesia tersebut ibaratkan satu keping mata uang yang tidak mungkin bisa dilepaskan antara satu dengan yang lain. Berunding dan diplomasi mendukung satu dengan yang lain. Dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan ada beberapa pertempuran yang sangat luar biasa yang dilakukan oleh bangsa yang baru berdiri ini. Dan juga ada beberapa Perjanjian yang sangat mengecewakan hingga pada akhirnya banyak tokoh Indonesia yang memberontak. Namun pada akhirnya, Konferensi Meja Bundar (1949) memberikan pengakuan bahwa negara Indonesia berdaulat.
Pada materi kali ini akan dibahas mengenai Perjanjian linggarjati.
Perjanjian Linggarjati merupakan Perjanjian pertama kali yang dilakukan bangsa Indonesia dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Pada zaman tersebut, system pemerintahan Indonesia adalah parlementer, sebagai perdana menteri adalah Sutan Syahrir. Tokoh ini sering dijuluki “si kancil” karena kecerdikannya. Syahrirlah yang menjalankan pemerintahan sehari-hari. Syahrir berjuang dengan melakukan diplomasi agar mendapatkan dukungan internasional terhadap kedaulatan bangsa Indonesia. Belanda sangat enggan untuk membahas masalah Indonesia dengan Sukarno yang sangat membenci Belanda. Belanda kemudian setuju untuk melakukan Perjanjian setelah tahu yang menjalankan pemerintahan adalah Syahrir.
Pertemuan demi pertemuan kemudian dilakukan oleh kedua belah pihak dengan Clark Keer (dari Inggris) sebagai pemrakarsanya. Sebelum diadakannya Perjanjian Linggarjati dilakukan terlebih dahulu pertemuan di Hooge Value (Belanda pada 14-25 April 1946. Indonesia membawa beberapa usulan menuju pertemuan tersebut antara lain pengakuan de facto, kerja sama antara Indonesia Belanda. Namun usulan tersebut ditolak oleh Belanda.
Pada tanggal 10-15 November 1946 diadakan Perjanjian di Linggarjati sebuah daerah di selatan Cirebon Jawa Barat. Delegasi Indonesia terdiri dari Moh Roem, Susanto Tirtiprodjo, A.K Gani dan dipimpin oleh Sutan Syahrir. Sedangkan Belanda dipimpin oleh Schermerhorn. Sedangkan sebagai penengah adalah Lord Killearn dari pihak sekutu. Hasil Perjanjian Linggarjati antara lain:
- Belanda mengakui secara de facto wilayah Indonesia meliputi Jawa, Sumatera dan Madura,
- RI dan Belanda bekerja sama menyelenggarakan berdirinya sebuah negara federal bernama negara Indonesia Serikat,
- RIS dan Belanda akan membentuk Uni-Indonesia Belanda dengan ratu Belanda sebagai pemimpinnya.
Hasil Perjanjian Linggarjati ditandatangani di Istana Merdeka tanggal 25 Maret 1947. Hasil Perjanjian Linggarjati ini mengalami pro dan kontra. Tokoh yang kontra merupakan kelompok Persatuan Perjuangan yang dipimpin Tan Malaka. Menurut kelompok ini, Perjanjian Linggarjati sangat merugikan Indonesia. Wilayah Indonesia menjadi sempit dan menunjukan Indonesia menjadi negara yang lemah. Diplomasi yang dilakukan menurut kelompok oposisi hanya karena alasan pemerintah sangsi atas kemampuan rakyat bersenjata sebagai intinya. Persatuan Perjuangan dibentuk sebagai gabungan sejumlah partai politik maupun golongan lain sejak Januari 1942, mereka adalah kelompok yang berjuang dengan kekuatan. Pemimpin kelompok ini, Tan Malaka beranggapan bahwa berunding dengan Pemerintahan Belanda tidak ada gunanya dan hanya akan merugikan Republik saja, tuntutan Merdeka 100% serta slogan-slogan “merdeka atau mati” menjadi tujuan perjuangan revolusioner. Kenyataannya janji-janji yang diberikan pihak asing tidak dapat dipercaya benar.
Perjanjian Linggarjati berdampak pada jatuhnya kepercayaan parlemen terhadap Syahrir. Oleh karena itu Syahrir harus mengembalikan mandat kepada presiden Sukarno. Pada dasarnya ada dampak postif dari diadakannya Perjanjian Linggarjati. Secara langsung keberadaan Indonesia mulai diperhatikan oleh dunia luar. Negara Indonesia secara de facto dan de jure sudah diakui oleh negara lain meskipun dengan wilayah yang sempit yaitu tinggal Jawa, Sumatera dan Madura. Perjanjian Linggarjati kemudian diingkari Belanda dengan adanya agresi militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947. Sasaran utama serangan Belanda adalah daerah-daerah penghasil devisa seperti Jawa Barat serta Sumatera Timur, Sumatera Selatan dan Jawa Timur.
Serangan Belanda ini kemudian menimbulkan reaksi internasional. Belanda mengatakan bahwa tindakan polisionel yang dilakukan sudah benar untuk menghancurkan gerombolan pengacau. Tapi bagi pihak Indonesia tindakan Belanda tersebut telah melanggar kedaulatan Indonesia. Pada tanggal 31 Juli 1947 PBB mengeluarkan resolusi yang mendesak agar kedua negara yang bertikai untuk menghentikan pertempuran dan mengadakan Perjanjian. Hal ini merupakan buntut dari tuntutan India dan Austalia yang mengajukan resolusi kepada Dewan Keamanan PBB. Guna menanggapi hal tersebut maka, Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Jasa Baik yang kemudian dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN) dikarenakan terdiri dari tiga negara.
KTN bertugas membantu menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda. KTN terdiri dari Australia yang ditunjuk Indonesia, Belgia yang ditunjuk oleh Belanda dan Amerika Serikat yang ditunjuak keduanya. Australia membantu Indonesia dikarenakan partai Buru di sana bersimpati dengan perjuangan Indonesia. Wakil dari Australia adalah Richard Kirby, wakil Belgia adalah Paul Van Zeeland dan wakil Amerika Serikat adalah Frank Graham. Kemudian KTN berhasil membawa kembali Indonesia dan Belanda ke Perjanjian selanjutnya, yaitu Perjanjian Renville.
Untuk materi lebih lengkap tentang PERUNDINGAN-PERUNDINGAN DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN silahkan kunjungi link youtube berikut ini. Kalau bermanfaat jangan lupa subscribe, like dan share.. Terimakasih
Trimakasih atas Literaturnya