Perjanjian Algeir
|Perjanjian Algeir merupakan perjanjian antara Irak dengan Iran yang dipelopori oleh presiden Houari Boumedienne dari Aljazair. Perjanjian ini dilakukan di Algeir yang merupakan ibukota dari Aljazair berbarengan dengan KTT OPEC. Perjanjian ini mempertemukan antara pemimpin Iran yakni Shah Reza Pahlevi dengan pimpinan Irak, Saddam Husein. Pertemuan ini untuk meredakan ketegangan dua negara yang bertetangga tersebut.
Permasalahan antara kedua negara ini disebabkan oleh (a) ketegangan antara bangsa Arab (Irak) dengan bangsa Persia (Iran), (b) adanya permasalahan etnis yang mana Shah Reza Pahlevi mendukung suku Kurdi di Irak untuk memperoleh otonomi, sebaliknya Iran mendukung suku Arab yang ada di Iran untuk memperoleh kebebasan yang lebih, (c) Perbedaan orientasi politik yang mana Iran Pro dengan Amerika Serikat sedangkan Irak lebih condong pro-Uni Soviet.
Isi Perjanjian Algeir antara lain:
- Kedua negara akan melaksakan penentuan batas perairan pada dasar Konstantinopel (1931) dan atas dasar jalur Thalweg yang terletak di Shatt al-Arab
- Irak dan Iran setuju memasuki suatu sistem kerjasama keamanan disepanjang perbatasan dimana keduan negara bertekad melakukan pengawasan ketat dan efektif terhadap perbatasan bersama guna mengakhiri setiap bentuk infiltasi.
- Jika terjadi pelanggaran atau perselisihan atas perjanjian Algeir, akan ditunjuk negara ketiga sebagai penengah atau diselesaikan melalui mahkamah internasional.
Berdasarkan Perjanjian Algeir, Iran akan menghentikan dukungan terhadap Suku Kurdi. Selain itu perbatasan di kawasan Shatt al-Arab di geser dari timur ke tengah perairan yang membuat wilayah laut Iran menjadi lebih luas. Irak sebenarnya kurang setuju dengan hal tersebut, tetapi tidak dapat menolaknya dikarenakan saat itu Iran merupakan kekuatan yang dominan di kawasan telak dan juga Irak harus menghadapi pemberontakan Suku Kurdi.
Namun Perjanjian perdamaian tersebut tidak berlangsung lama. Setelah munculnya Ayatullah Khomeini yang berhasil menggulingkan kekuasaan Shah Reza Pahlevi. Ayatullah Khomeini dengan Revolusi Islam Iran memiliki keinginan untuk mengekspor Revolusi Islamnya ke berbagai negara, salah satunya adalah Irak. Irak yang dipimpin oleh Saddam Husein juga memiliki hasrat untuk menjadi pemimpin di kawasan teluk Persia. Maka perang antara kedua negara yang dikenal dengan Perang Teluk I tidak dapat dihindarkan.