Penataan Ekonomi Awal Kemerdekaan (1945-1949)
|Pada awal kemerdekaan, terjadi inflasi yang sangat tinggi sebagai akibat tak terkendalinya peredaran uang Jepang. Pada waktu itu, pemerintah mengakui beredarnya tiga mata uang, yaitu:
- Uang De Javanche Bank,
- Uang Hindia Belanda,
- Uang Jepang.
Hal ini kemudian diperparah dengan kebijakan Belanda yang memblokade Indonesia pada bulan November 1945 yang mengakibatkan hasil ekspor Indonesia tidak bisa dikirim keluar negeri begitu pula produk-produk luar negeri yang dibutuhkan tidak bisa masuk Indonesia. Berbagai upaya kemudian dilakukan dalam rangka menata ekonomi Indonesia
Pinjaman Nasional
Untuk mengatasi persoalan keungan, pemerintah melalui Menteri Keuangan, Ir. Surachman merencanakan untuk mengeluarkan kebijakan pinjaman nasional dan telah disetujui oleh BP KNIP. Pinjaman itu diperkirakan mencapai Rp 1,000,000,000.oo yang dibagi menjadi dua tahap. Pinjaman itu akan dikembalikan dalam waktu 40 tahun. Kebijakan itu mendapat dukungan dari rakyat dengan bukti pemerintah mampu menghimpun tabungan rakyat sebesar Rp 500,000,000,00.
Mengeluarkan ORI
Ternyata, keadaan perekonomian tersebut terus memburuk karena berbagai kebijakan Belanda yang mencampuri urusan Indonesia. Belanda mengeluarkan uang NICA[1] pada tanggal 6 Maret 1946 untuk mengganti Jepang. Sementara, pemerintah Indonesia pada tanggal 26 Oktober 1946 mengeluarkan uang kertas baru, yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI). Semenjak dikeluarkannya ORI kemudian mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang de javasche bank [2]tidak berlaku di wilayah Indonesia.
Pembentukan BNI
Bank Negara Indonesia (BNI) dibentuk oleh Margono Djojohadikusumo pada 5 Juli 1946. BNI menjadi bank sentral dan sirkulasi yang bertanggung jawab menerbitkan dan mengelola mata uang. Saat Indonesia mengeluarkan ORI, BNI mengedarkan alat pembayaran resmi tersebut. pada tahun 1955, peran BNI beralih menjadi Bank Pembangunan dan kemudian mendapatkan hak untuk bertindak sebagai bank devisa. Pada tahun ini juga BNI beralih menjadi bank umum dengan penetapan secara yuridis melalui Undang-undang Darurat No. 2 tahun 1955.
Banking and Trading Corporation (BTC)
Dipimpin oleh Sumitro Joyohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die. Berhasil mengadakan traksaksi dengan perusahaan swasta Amerika Serikat. Barang yang diekspor adalah gula, karet, dan teh. Salah satu traksaksinya dengan perusahaan Amerika Serikat, Insbranton Inc dengan menggunakan kapal Martin Behremann dicegat oleh Belanda.
Indonesia Office (Indoff)
Adanya blokade laut yang dibuat Belanda membuat ekspor Indonesia tidak bisa leluasa. Barang yang masuk dan keluar dari Indonesia dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Salah satu pintu masuknya adalah melalui Singapura. Pada tahun 1947 dibentuk Indonesia Office (Indoff) di Singapura. Secara resmi Indoff merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan politik di luar negeri, namun secara rahasia juga berusaha menembus blokade dan usaha perdagangan barter. Indoff diketuai oleh Mr. Oetojo Ramelan.
India Rice
Pemerintah Syahrir berusaha menembus blokade yang dilakukan oleh Belanda. Salah satu usaha politis dilakukan dengan cara mengirimkan beras ke India yang sedang menderita kelaparan. Indonesia kemudian mengirimkan 500.000 ton beras dengan harga yang sangat rendah. Sebagai imbalannya India mengirimkan bahan pakaian dan obat-obatan yang diperlukan oleh Indonesia. Selain itu juga, India sangat aktif mendukung kemerdekaan Indonesia.
Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPULN)
Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri atau KPULN dipimpin oleh Jayengprawiro. KPULN bertugas untuk membeli senjata dan perlengkapan perang lainnya dan berusaha memasukan ke Indonesia. Salah satu tokoh yang berhasil memasukkan senjata adalah Laksamana Muda Yahya Daniel Dharma atau John Lie. John Lie menyelundukan senjata dari Singapura.
Konferensi Ekonomi
Konferensi Ekonomi pertama
Dilaksanakan pada bulan Februari 1946 yang dipimpin oleh Ir. Darmawan Mangunkusumo. Tujuan dari konferensi ekonomi adalah untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak seperti; masalah produksi dan distribusi, masalah sandang, dan status administrasi perkebunan.
Konferensi Ekonomi Kedua
Diadakan di Solo pada tanggal 6 Mei 1946 untuk membahas program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi dan alokasi tenaga manusia. Saran dari Moh Hatta adalah dengan mendakan rehabilitas pabrik gula.
Konferensi ekonomi menghasilkan beberapa kebijakan, seperti:
- Pembentukkan Badan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan (BPPBM) yang menjadi cikal bakalnya Bulog
- Pembentukan Perusahaan Perkebunan Negara (PPN);
- Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) atas inisiatif Menteri Kemakmuran, dr. A.K. Gani.
Nasionalisasi Perusahan Belanda
Sejak pengakuan kedaulatan, pemerintahan Indonesia dihadapkan denganmasalah gawat yang bertalian dengan dipertahankannya dominasi Belanda atas ekonomi Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa dalam KMB, pihak Indonesia telah menyetujui untuk menghormati hak-hak dan mengakui kepentingan- kepentingan perusahaan Belanda di Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemerdekaan ekonomi belum tercapai karena beberapa sektor ekonomi Indonesia yang strategis masih dikuasai dan dikendalikan perusahaan-perusahaan swasta Belanda. Ada lima perusahaan swasta Belanda yang memegang monopoli kegiatan ekonomi di Indonesia. Kelima perusahaan itu sering disebut sebagai “the big five”, terutama karena sebagai pemegang monopoli kegiatan ekonomi Indonesia yaitu:
- NV Jacobson dan van den Berg bergerak dalam bidang perdagangan ekspor impor. Setelah dinasionalisasi kemudian namanya berganti menjadi PT Fadjar Bhakti
- NV Internatio bergerak dalam bidang perkapalan, perkebunan, dan industry tekstil. Setalah dinasionalisasi kemudian namanya berganti menjadi PT Aneka Bhakti
- NV Borneo-Sumatera Maatschappiy (Barsumij), bergerak dalam bidang perindustrian dengan beberapa anak perusahaan seperti pabrik teksil Nebritex. Setelah dinasionalisasi namanya berganti menjadi PT Budi Bhakti
- NV Lindeteves, bergerak dalam bidang perindustrian dan peralatan teknik untuk keperluan industry dalam negeri. Setelah dinasionalisasi kemudian namanya berganti menjadi PT Tulus Bhakti
- NV Geo Wehry, bergerak dalam bidang perkebunan dan sector perdagangan dalam negeri. Setalah dinasionalisasi namanya berganti menjadi PT Marga Bhakti.
Selain menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda juga menasionalisasi De Javasche Bank yang kemudian menjadi Bank Indonesia. Hal ini terjadi pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959) yakni pada masa Kabinet Sukiman.
Pembentukan Planning Board
Planning board (badan perancang ekonomi) dibentuk pada tanggal 19 Januari 1947. Pembentukan ini atas inisiatif dari A.K Gani. Tugas dari badan perancang ekonomi adalah membuat rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun. Untuk menampun dana pembangunan maka dibentuk bank pembangunan. Badan Perancang Ekonomi ini kemudian diperluas menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi.
Panitia Pemikir Siasat Ekonomi
Ini merupakan tindakan lanjut dari Badan Perancang Ekonomi. Panitia Pemikir Siasat Ekonomi diketua oleh Moh Hatta dan A.K Gani sebagai wakilnya. Tugas dari Panitia Pemikir Siasat Ekonomi adalah mempelajari, mengumpulkan data, dan memberikan saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi. Badan ini tidak bisa berjalan maksimal dikarenakan adanya agresi militer belanda II[3]. Hal ini diperparah dengan adanya pemberontakan PKI di Madiun 1948[4].
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang(RE-RA)
Diprakarsai oleh Moh Hatta dengan tujuan untuk mengurangi beban negada dalam bidang ekonomi selain juga untuk meningkatkan efisiensi angktan perang. Sejumlah angkatan perang dikurangi selanjutnya tenaga bekas angkatan perang disalurkan ke bidang-bidang produktif dan diurus oleh kementeria pembangunan dan pemuda. Kebijakan ini kemudian menimbulkan masalah, yakni PKI Madiun. Front Demokrasi Rakyat[5] yang dipimpin oleh Amir Syarifudin tidak terima dengan kebijakan tersebut dikarenakan banyak anggota FDR dan PKI yang banyak anggotanya dikeluarkan dari angkatan perang.
Rencana Kasimo
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan, I.J Kasimo. Pada dasarnya program ini berupa Rencana Produksi Tiga Tahun (1948-1950) mengenai usaha swasembada pangan. Rencana Kasimo meliputi:
- Anjuran memperbanyak kebun bibit dan padi unggul
- Penyembelihan hewan pertanian dilarang
- Tanah-tanah kosong harus ditanami
- Transmigrasi ke Sumatera
Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi ini dipimpin oleh B.R Motik, bertujuan unutk menggiatkan partisipasi pengusaha swasta. Pembentukan PTE diharapkan dapat melenyapkan individualisasi kalangan pedagang sehingga dapat memperkokoh ketahanan ekonomi Indonesia. PTE tidak mampu berkembang. PTE hanya mampu mendirikan bank PTE di Yogyakarta. Kegiatan PTE kemudian semakin mundur akibat adanya Agresi Militer Belanda II.
[1] Netherland Indies Civil Administration (NICA) dibentuk pada tanggal 3 April 1944 di Australia yang bertugas mengembalikan pemerintahan sipil dan hukum pemerintahan kolonial di Hindia-Belanda. NICA dipimpin oleh H.J. Van Mook. NICA mengadakan perjanjian dengan tentara Sekutu mengenai wilayah Hindia-Belanda yang dikuasi oleh Sekutu akan diserahkan kepada NICA.
[2] De Javasche Bank didirikan berdasarkan surat keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No 25 pada tahun 24 Januari 1828 di Jakarta. Mr. C de Haan diangkat sebagai presiden De Javasche Bank. De Javsche Bank mendapatkan hak istimewa sebagai bank sirkulasi. Kemudian de Javasche Bank membuka canbang di Semarang dan Surabaya. Setelah Indonesia merdeka, De Javasche Bank dirubah namanya menjadi Bank Indonesia dan Syafruddin Prawiranegara sebagai Presiden De Javasche Bank berdasarkan keputusan Presiden RI No. 123 tanggal 12 Juli 1951
[3]Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya
[4] Pemberontakan PKI di Madiun dipimpin oleh Musso dan Amir Syarifudin. Pada tanggal 18 September 1948, PKI memproklamasikan kemerdekaan Sovyet Republik Indonesia. Pemebrontakan ini merupakan kelanjutan dari kekecewaan berbagai pihak terhadap isi Perjanjian Renville dan juga termasuk program Re-Ra yang dibuat oleh Kabinet Hatta dikarenakan kebijakan Re-Ra sangat merugikan bagi anggota lascar yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dipimpin oleh Amir Syarifudin.
[5] Front Demokrasi Rakyat (FDR) dibentuk di Surakarta pada tanggal 26 Februari oleh Amir Syarifudin. FDR terdiri dari Partai Sosialis, Partai Komunis Indonesia (PKI), Pesindo, PBI dan Sarbupri. FDR menuntut pemerintah untuk membatalkan Perjanjian Renville yang isinya merugikan Indonesia.