Pemalu
|Kata orang, aku itu pemalu, Yanindra. Itu bukan hanya asumsi orang-orang, melainkan itu sebuah fakta yang jarang terungkapkan ke public. Selama ini aku terkenal sebagai lelaki urakan, yang tidak kenal sopan santun dan sering melanggar nilai tata krama yang ada. Stigma itu muncul dikarenakan orang-orang hanya memandang penampilan belaka, tanpa menyelami hati yang paling dalam. Orang-orang itu hanya menilai dari penampilan bungkus semata, dan lupa pada esensi dari isi. Di era modern yang seperti ini, sudut pandang harus luas Yanindra, agar kita tidak tertipu dan tertipu lagi.
Pemalu itu bisa jadi merupakan sikap bawaan, atau juga dikarenakan pengaruh sosialisasi dan komunikasi, Yanindra. Selama ini, aku banyak berdiam diri, tidak ikut orang-orang lain berteriak-teriak menuntut yang katanya adalah haknya. Kediamanku bukan karena aku acuh tak acuh, Yanindra. Kediamanku ini dikarenakan sifat pemaluku. Aku sudah malu untuk berteriak-teriak meneriakan yang katanya hakku. Tapi pada akhirnya, teriakanku tidak terdengar, gara-gara aku bukan siapa-siapa. Aku bukan orang yang memiliki kerah putih dan berdasi. Aku bukan lelaki yang bisa berbicara sopan santun, penuh kebohongan. Aku berbicara apa adanya, yang terkadang menimbulkan masalah bagi kehidupanku.
Aku pernah diberi wejangan oleh guruku. Hidup itu wicaksana, semua kebenaran itu tidak harus diungkapkan. Kadang apa yang kita ucapkan itu sebuah kebenaran, akan tetapi cara kita mengungkapkan yang salah bisa-bisa menimbulkan bumerang bagi kita sendiri. Kita hidup harus wicaksana, berbicara seperlunya saja. Berbohong sedikit sedikit nggak apa-apa demi kebaikan itu hal yang lumrah. Hidup itu jangan hanya lurus belaka, terkadang ada kelokan sedikit itu malah membuat nikmat kehidupan. Pada akhirnya setelah berkelak-kelok kita kembali pada trek lurus menuju manusia paripurna. Itu nasehat guruku, mungkin bisa disebut guru spiritual.
Kembali ke permasalahan, aku yang pemalu.
Secara definitif, pemalu adalah suatu keadaan dalam diri seseorang dimana orang tersebut sangat peduli dengan penilain orang lain terhadap dirinya dan merasa cemas karena penilaian sosial tersebut, sehingga cenderung untuk menarik diri. Pada dasarnya pemalu itu tidak perlu sangat dipermasalahkan, Yanindra. Selama masih dalam batas kewajaran. Yang perlu dicemaskan itu adalah orang-orang yang sudah tidak mengenal kata malu. Mosok setelah keluar dari penjara kemudian menjagokan diri lagi masuk kedunia pemerintahan. Banyak tersangka korupsi juga nggak tahu malu, Yanindra. Saat dipanggil ke KPK, kemudian ditetapkan menjadi tersangka, mereka masih belum malu. Lihat saja mereka masih bisa senyam-senyum sambil melambaikan tangan ke kamera. Di mana urat kemaluan mereka???
Malu ini bukan malu gara-gara aku banyak kekurangan, Yanindra. Maluku ini disebabkan oleh kondisi saat ini. Sebenarnya aku malu, Yanindra. Ketika melihat televisi di negeri ini kok filmnya sebagian besar diimport dari luar negeri. Dari film kartun, action, hingga sinetron kok harus import dari luar negeri. Apa orang-orang di dalam negeri ini sudah tidak mempunyai kreasi lagi dalam membuat tayangan televisi yang berkualitas dan digemari oleh banyak orang. Anak didikku pernah bilang, “kalau acara televisi yang dibuat oleh orang Indonesia itu monoton om”, temanya ya itu itu saja. Kadang kita lihat awal film, kita sudah bisa menebak akhir film. Mana acara yang lagi digandrungi oleh banyak orang, kemudian station televisi lain membuat acara yang sama. Bukankah itu seharusnya membuat kita malu, Yanindra. Dengan ratusan juta penduduk, apa tidak ada manusia Indonesia yang mampu melahirkan karya akbar, yang tidak hanya dinikmati oleh orang pribumi, kalau bisa kita eksport keluar negeri.
Malu sebenarnya, Yanindra. Acara televisi saja import.
Kalau bahan makanan import itu malah sudah sejak jaman dahulu, Yanindra. Kamu bisa menjumpai di mall-mall besar, jumlah produk dalam negeri dan luar negeri itu banyakan yang dari luar. Dari bahan makanan, fashion barang elektronik, otomotif dan lain sebagainya sebagian kita import. Dan yang agak memalukan, tersiar kabar dari temanku kemarin bahwa ternyata garam saja import. Sekelas garam saja, yang pembuatannya sepele banget, tinggal mengeringkan air laut, kita harus import Yanindra. Bukankah itu sangat memalukan. Padahal negara kita itu memiliki garis pantai terpanjnag di dunia. Katanya sih itu bukan karena kita tidak bisa membuatnya sendiri, Yanindra, tapi ada mafia garam yang ingin memupuk kekayaannya sendiri dengan mengorbankan rakyat banyak.
Kalau koruptor import, boleh apa nggak ya Yanindra???