Peleburan Federal Menjadi Negara Kesatuan
|Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar memutuskan bahwa bentuk negara Indonesia adalah bentuk federal. Akan tetapi bentuk negara federal ini tidak berlangsung lama dikarenakan tidak semua pihak setuju dengan bentuk tersebut. Akhirnya satu persatu dari negara bagian menggabungkan diri dengan pemerintahan RI di Yogyakarta. Pada akhirnya hanya tersisa tiga negara bagian, yakni RI, NIT dan NST.
Dengan semua perkembangan politik di Indonesia itu memaksa para elit yang ada di NIT dan NST untuk berunding dengan pemerintah RIS. Oleh karena itu, dari tanggal 3 sampai 5 Mei 1950 diadakan perundingan antara PM RIS M. Hatta, Presiden NIT Sukawati, dan PM NST Dr. Mansyur. Hasilnya adalah disetujuinya pembentukan suatu negara kesatuan. Akan tetapi, pada tanggal 13 Mei 1950 Dewan Sumatera Timur menentang keputusan itu.
Meskipun demikian, Dewan Sumatera Timur masih bersedia menerima pembubaran RIS dengan syarat NST dileburkan ke dalam RIS bukan ke dalam RI. Walaupun ada dukungan kuat dari sebagian besar penduduk Sumatera Timur, tetapi PM Hatta mendukung Dewan NST. Keputusan Hatta itu didasari situasi di Sumatera Timur yang masih rapuh untuk bergabung dengan RI. Hatta berpikir bahwa apabila diambil jalan penggabungan NST langsung ke dalam RI, mungkin dapat mendorong para bekas KNIL yang saat itu masih menjadi anggota batalyon keamanan NST untuk memberontak sebagaimana tindakan yang diambil teman-temannya di Ambon.
Sehubungan dengan hasil konferensi antara Hatta, Mansyur dan Sukawati, maka sebagai tindak lanjut diadakan perundingan antara PM-RIS Hatta yang mewakili NIT beserta dengan NST di satu pihak dan PM-RI A. Halim pada pihak lainnya. Hasilnya adalah tercapainya persetujuan pada tanggal 19 Mei 1950 diantara kedua belah pihak untuk membentuk NKRI. Persoalannya adalah bagaimana cara untuk membentuk sebuah negara kesatuan, sebagaimana yang dikenhendaki seluruh rakyat Indonesia. Pilihan yang diambil para pemimpin Indonesia adalah dengan cara mengubah Konstitusi RIS. Pilihan ini diambil karena apabila semua negara bagian melebur ke dalam RIS (RI akan menjadi satu-satunya negara bagian dari RIS, sehingga RIS akhirnya terlikuidasi) akan menimbulkan berbagai macam kesulitan. Pertama, akan timbul masalah dengan para bekas anggota KNIL. Di samping itu ada alasan penting lainnya menyangkut hubungan dengan luar negeri. Jika seluruh negara bagian bergabung dengan RI, maka akan timbul kesulitan.
Persoalannya adalah RI yang masih eksis adalah RI sebagai negara bagian RIS(sebagai akibat persetujuan KMB). Padahal yang menyelenggarakan hubungan luar negeri adalah RIS yang telah dilikuidasi. Dengan perkataan lain proses kembali dari RIS ke NKRI melalui cara ini berarti peleburan negara yang telah mendapat pengakuan internasional dengan memunculkan sebuah negara baru. Oleh karena itu agar pengakuan dunia internasional tetap terpelihara secarayuridis, maka pembubaran RIS harus dihindari. Satu pilihan cerdik akhirnya diambil, yaitu dengan jalan mengubah konstitusi RIS. Jadi secara yuridis NKRI adalah perubahan dari RIS sebagai negara federal menjadi negara berbentuk kesatuan. Melalui cara itu terhindar permasalahan berkaitan dengan dunia internasional.
Apabila RIS dibubarkan dan digantikan oleh RI sebagai negara bagian dalam tubuh RIS, maka negara baru yang muncul itu tidak dapat menjalankan hubungan internasional secara yuridis formal. Hal itu disebabkan RI sebagai negara bagian tidak dapat menyelenggarakan hubungan internasional. Akan lain persoalannya apabila RIS berganti menjadi negara kesatuan. Secara yuridis tidak akan ada permasalahan dengan dunia internasional, karena yang berubah hanya konstitusinya saja, bukan negaranya.
Pada akhirnya upaya pergantian RIS menjadi RI terjadi pada tanggal 17 Agustus 1950. Secara resmi negara Indonesia berbentuk Republik. Kemudian Indonesia memasuki era baru, yakni Demokrasi Liberal (1950-1959).