Peci

peci - donisaurusKemarin seperti muslim pada umumnya aku menunaikan ibadah sholat Jumat secara berjamaah, Yanindra. Agamaku menekankan bagi penganutnya khusus laki-laki wajib menjalankan sholat jumat tersebut. Kalau secara berturut-turut tidak menjalankan ibadah sholat tersebut maka, katanya mereka menjadi orang kafir. Padahal tetanggaku itu jarang menjalankan sholat jumat lho Yanindra. Apakah itu juga berarti bahwa sebagian besar penduduk di desaku kafir semua. Kalau sebagai ukurannya sholat jumat saja, aku dapat mengatakan bahwa sebagian besar penduduk di desaku adalah kafir, karena masjid yang ada di tempatku kalau saat sholat jumat penuh dengan orang-orang yang diluar dari penduduk sekitar tempat tinggalku.

Aku tidak boleh menjudge seorang kafir atau beriman ya Yanindra. Pasal dua puluh sembilan undang-undang dasar sudah dengan jelas mengemukakan tentang kebebasan beragama. Dalam agamaku sendiri juga sudah dijelaskan bahwa masalah kepercayaan itu merupakan masalah intim antara manusia dengan Tuhannya. Kadang seorang itu dengan bebas mengatakan bahwa manusia lain kafir, manusia lain tidak bertuhan, hanya kelompok merekalah yang nantinnya masuk surga dan lain sebagainya. Kemudian mereka berlomba-lomba untuk menjelek-jelekkan orang lain. Seoalah orang yang ada di luar organisasi mereka adalah orang-orang kafir dan malah lebih ekstrim lagi mereka boleh membunuh dengan dalil perintah agama.

Agama itu bukan agama organisasi ya Yanindra. Agama itu adalah yang diturunkan oleh Tuhan kepada para nabinya. Adanya agama merupakan rambu-rambu bagi manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Agama itu menghantarkan manusia ke jalan yang lurus jalan yang dirahmati oleh Tuhan. Dengan adanya agama seharusnya manusia bisa menjadi lebih baik, dan bisa memanusiakan manusia. Tuhan sudah mengkodratkan bahwa pada akhirnya nanti akan muncul berbagai perbedaan pada umat manusia. Dan perbedaan itu merupakan rahmat bagi manusia. Jangan sampai orang menjadi frustasi dan anti Tuhan gara-gara masalah menjalankan agama, seperti yang dikatakan oleh Sigmund Freud bahwa agama akan menjadi penyakit saraf yang menganggu manusia sedunia.

Namun kadang manusia tidak menyadari rahmat itu Yanindra. Manusia diselimuti oleh egonya sendiri, bahwa merekalah yang paling benar dan yang lain adalah salah. Ajaran agama ditafsirkan secara berbeda oleh masing-masing organisasi yang ada. Kalau nggak menjelek-jelekkan yang lain sih nggak apa-apa, buruknya mereka itu mengkafirkan organisasi lain yang berbeda penafsiran dengan apa yang mereka pahami. Kita sering melihat beberapa kejadian yang merukapan dampak adanya perbedaan kepercayaan tersebut. Kita juga sering disuguhi pengrusakan rumah peribadatan agama lain, selain itu juga terjadi pembunuhan terhadap agama lain. Menuruku jadilah umat beragama yang mengerti apa yang diajarkan agamanya. Belajarlah agama kemudian amalkan apa yang ada di dalam agama tersebut mekipun itu tidak mengunntungkan. Selama ini orang-orang mengatasnamakan agama saat mereka terjepit. Acap kali beberapa ayat sengaja mereka tidak bahas apabila bertolak belakang dengan apa yang mereka lakukan.

Kemarin itu saat beribadah, aku melihat sekelilingku, Yanindra. ternyata semua memakai peci. Peci itu penutup kepala semacam topi, ada juga yang bilang itu namanya kupluk, songkok dan kopyah. Masing-masing daerah mungkin berbeda dalam penyebutannya Yanindra. Orang-orang sekelilingku memandangku dengan tatapan yang aneh, Yanindra. Seoalah-olah dari tatapan mereka menganggap aku orang hina karena tidak memakai peci. Pandangan itu kurang mengenakan bagiku Yanindra. Serius aku hanya bisa menundukan kepala dan senantiasa berdzikir. Apakah kalau aku tidak memakai peci alias kopyah, aku bukanlah orang yang beriman, Yanindra???

Kalau Bung Karno, beliau memakai peci dikarenakan sebagai identitas nasional, Yanindra. Katanya peci hitam yang beliau kenakan merupakan sebagai lambang nasionalisme Indonesia. Pada saat Bung Karno memakai pertama kali peci dalam forum resmi, ada perasaan tegang sampai perut beliau mules. Pada saat Bung Karno mau memasuki ruang sidang, ada perasaan ragu untuk memakai peci tersebut, namun kemudian beliau berhasil meyakinkan dirinya. Kata Bung Karno, petje (dalam bahasa Belanda) sebagai simbol kepribadian Indonesia.

***

Beberapa hari sebelumnya malah ada kejadian tragis Yanindra. Saat aku mau menunaikan ibadah Ashar, kakiku menginjak sajadah dari orang yang ada dibelakangku. Memang aku sengaja sih menaruh kakiku agak kebelakang dikarenakan aku berdiri dibagian depan, takutnya nanti saat ruku’ atau sujud kepalaku bakal mengenai tembok. Eh orang dibelakangku menggunakan kakinya dengan menendang kakiku, Yanindra. Dan berkata kurang mengenakan padaku. Padahal saat itu aku sudah memulai ibadah dengan khusu’. Akhirnya ibadahku terganggu, Yanindra. Setelah mengucapkan salam, aku melihat orang yang ada di belakangku, orangnya ternyata sudah lumayan agak tua sih Yanindra. kalau dengan bapakku agak tua sedikit. Ini memang salahku sih Yanindra, akan tetapi alangkah baiknya kalau cara meluruskanku itu dengan bahasa yang baik, itu yang aku sayangkan dari orang tua yang tidak bisa menjadi orang tua.

Malah cerita lebih tragis dialami oleh salah seorang temanku, Yanindra. Suatu siang ia beribadah disebuah masjid saat perjalanan pulang. Setelah selesai beribadah, ia mengenakan sepatu. Eh ada beberapa orang yang keluar masuk masjid sambil membawa air dan alat pel, Yanindra. Orang-orang tadi menganggap temanku itu sebagai najis yang harus dibersihkan. Ya sekarang banyak orang-orang seperti itu Yanindra. Mengaku kalau mereka beragama, sedangkan tindakannya mencerminkan lebih buruk daripada seorang ateis.

Oh ya Yanindra, ngomong-ngomong peci tadi, ternyata sebagian besar tersangka korupsi itu saat menjalani pengadilan memakai peci lho.

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *