Negara darurat
|Berbagai kasus datang silih berganti melanda negeri ini. Kasus kopi Sianida, terotisme di berbagai wilayah, pembakaran tempat ibadah, narkoba yang semakin merajalela. Tidak berhenti disitu saja, beberapa hari ini bangsa Indonesia diguncangkan dengan peristiwa prostitusi. Bukan prostitusi artis seperti beberapa tahun lalu yang harganya spekatkuler. Melainkan ini merupakan kasus prostitusi anak anak dibawah umur. Lebih menyayat hati lagi kasus prostitusi ini menimpa korbannya anak laki-laki dan penggunanya laki-laki pula atau sering disebut kaum gay. Ada apa sebenarnya dengan negara kita tercinta, Yanindra???
Mana gaung Revolusi Mental yang dulu menjadi salah satu pemikat rakyat ketika menjatuhkan pilihan kepada presiden Jokowi??? Banyak rakyat jelata, seperti ku, yang setuju dengan kempanye mengenai harusnya revolusi mental di negeri ini. Melihat berbagai penyimpangan di masyarakat, gagasan tentang adanya revolusi mental ibaratkan hujan pada musim kemarau, begitu menyegarakan. Namun sayang, Revolusi Mental sendiri juga mengalami berbagai kendala dalam pelaksanaannya, Yanindra. Ini sudah lebih dari dua tahun perjalanan pemerintahan presiden Jokowi. Seharusnya sedikit banyak sudah mulai terasa dampak dari Revolusi Mental.
Sebenarnya pemerintah juga cukup bagus dalam menyikapi berbagai masalah yang terjadi berkaitan dengan kejahatan seksual. Kalau nggak salah presiden Jokowi sudah mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke 2 atas Undang-undang nomor 23 tentang Perlindungan anak.
“Perppu ini dimaksudkan untuk mengatasi kegentingan yang diakibatkan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak yang makin meningkat secara signifikan” kata pak Jokowi
Genting?????
Negara ini adalah negara yang genting. Semua serba darurat
Darurat Korupsi
Darurat Narkoba
Darurat Terorisme
Darurat Asap
Darurat Prostitusi
***
Perppu yang dikeluarkan oleh presiden Jokowi berisi antara lain penambahan hukum sepertiga dari ancaman pidana, pidana mati, pidana seumur hidup, serta pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun. Selain itu ditambahkan dengan adanya pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, tindakan berupa kebiri kimia, dan pemasangan alat deteksi elektronik. Ini merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengurangi angka kejatahan seksual pada anak, Yanindra. Peraturan yang begitu mengerikan, akan tetapi pada prakteknya tidak se-mengerikan peraturannya.
Buktinya masih banyak dijumpai kejahatan seksual terhadap anak. Terbaru adalah adanya kasus di Bogor. Kasus yang memilukan banyak pihak. Anak-anak menjadi pemuas untuk kepentingan kamu Gay, kaum penyuka sesama jenis. Jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung, Yanindra. Kalau nggak salah sampai ratusan anak.
Rata-rata usia anak dibawah 14 dan 15 tahun.
Mereka dilacurkan dengan harga 1,2 juta.
Pembayaran uang muka dengan cara ditransfer melalui bank.
Anak nanti hanya menerima sekitar 100-200 ribu
Pemesanan bisa dilakukan melalui media Facebook
Apa orang tuanya tidak tahu???
Kebanyakan, katanya, mereka tidak tahu Yanindra. Orang tua tidak mengetahui kelakuan anaknya. Peribahasa “kacang ninggal lanjaran” atau “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” mungkin sudah tidak linier dizaman gombalisasi ini. Terdapat jurang pemisah yang luas dan dalam antara orang tua dengan anak. Orang tua sibuk dengan mencari nafkah hingga melupakan perhatian terhadap anak-anaknya. Mereka jarang sekali mengetahui apa yang telah dilakukan oleh anak. Rumah itu bagi mereka hanya sebagai tempat singgah untuk tidur. Orang tua melupakan hal yang fundamentalis bagi perkembangan anak, yakni perhatian dan pengawasan dari orang tua terhadap anak.
Kalau kelak kamu menjadi orang tua bagi anak-anak mu, kamu harus memberikan perhatian lebih, Yanindra.
Kalau memang pingin melakukan perbaikan bagi negara ini, bukan hanyak Pak Jokowi dan para pembantunya yang kerja kerja kerja, namun kembali dari setiap individu harus melakukan perubahan menuju yang lebih baik. Berawal dari kita, keluarga, masyarakat sekitar dan akhirnya semua.
Bukankah begitu, Yanindra?