Kopi biasa
|Akhirnya hujan datang juga, Yanindra. Setelah sekian lama ditunggu dengan perasaan campur aduk, akhirnya yang ditunggu-tunggu menampakan diri dalam butiran-butiran zat cair yang jatuh dari langit. Betapa senangnya hati petani yang tinggal di desaku dengan datangnya hujan. Gambaran senangnya mereka, laksana seorang pria yang duduk di taman, kemudian datanglah mbak-mbak gemes yang memakai jaket abu-abu, bercelana jeans, yang sudah ditunggunya dari tadi. Hati sangat gembira hingga nampak matanya berkaca-kaca, yang dicintai akhirnya datang menghampiri.
Bagi petani di desa ku, hujan adalah segalanya. Dengan hujan sawah-sawah bisa di Tanami. Tanpa hujan sumur-sumur mengalami kekeringan sehingga menyulitkan penduduk untuk mencari air guna minum, mandi dan keperluan yang lainnya. Hujan merupakan anugrah Tuhan yang selalu dinantikan oleh seluruh petani yang ada di desaku. Adanya hujan memberikan harapan untuk melanjutkan hidup. Adanya hujan memberikan air penghidupan untuk tanaman-tanaman kami, baik itu di kebun maupun di sawah.
Tapi tidak semua orang senang akan datangnya hujan, Yanindra. Coba tanya saja kepada orang-orang Jakarta. Setiap bulan januari mereka akan was-was setiap hujan turun dengan deras. Saat musim penghujan datang, mereka khawatir banjir akan mengiringi. Jakarta merupakan ibu kota negara Indonesia yang hampir setiap tahunnya mesti terkena banjir. Banjir merupakan becana rutin dari tahun ke tahun, bahkan konon sudah ada sejak zaman VOC dulu. Banjir ini disebabkan oleh geografi Jakarta dan ulah tangan manusia sendiri.
***
Aku masih ingat ketika malam itu hujan gerimis, kita pergi ke ankringan.
Itu lho, Yanindra, masak kamu lupa.
Saat aku datang menjemputmu agak telat terus sepanjang jalan kamu marah-marah. Kalau nggak salah saat itu kamu memakai kaos berwarna hitam. Kalau kamu marah itu malah membuat sensasi tersendiri bagi diriku, Yanindra. Rasanya aku mulai merindukan saat-saat dimana kamu memarahi ku. Marah-marahmu itu beda jauh dengan marah-marahnya bapak wakil rakyat gara-gara penyidik KPK yang datang dikawal brimob hendak menggledah salah satu anggota wakil rakyat separtai dengan bapak itu. Marahnya bapak-bapak itu malah terkesan norak, nggak maco. Beda sekali dengan marah-marahmu, yang terkesan gemesin.
Heuheuheu
Tapi suasana marah-marah itu mencair tatkala kita sudah sampai angkringan favoritmu. Kemudian kamu mengambil beberapa makanan ringan dan memesan minuman. Dan tak lula kamu juga memesankan minuman buat aku. Kamu kemudian duduk bersila di sampingku. Sesekali kamu merapikan kaos bagian belakang mu. Menurutmu kaos mu agak kekecilan, Yanindra. Jadi kalau kamu gunakan untuk duduk tertarik ke atas sehingga nampak bagian tubuhmu. Dan apa kamu nggak kedinginan menggunakan pakaian seperti itu disaat hujan seperti ini, Yanindra???
Akhirnya jiwa laki-lakiku keluar, Yanindra
Aku copot jaketku dan kemudian mengenakannya padamu, agar kamu terlindung dari percikan hujan yang memantul ke lantai. Kamu membalas perlakuanku itu dengan senyuman yang mampu menghangatkanku saat itu. Marah mu hilang, kini senyuman itu yang datang