Harus manut Ibu
|Seorang yang menjalin kisah percintaan ada kalanya mengalami permasalahan. Cinta itu fluktuatif kadang naik kadang turun, kadang baikan juga tak memungkiri kadang bertengkar. Selama masih dalam batas kewajaran, itu lumrah saja. Tapi kalau sudah kelewat batas, ya ambil kebijakan meski terlambat. Terpenting dari semua itu adalah bagaimana menjaga komunikasi antar pasangan. Orang banyak menyatakan bahwa lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Bukanka begitu, Yanindra?
Pada awalnya antara Ahok dengan Djarot itu tidak ada hubungan khusus, Yanindra. Pada saat itu, Ahok merupakan anggota dari partai Gerinda, sedangkan Djarot merupakan kader dari PDIP. Ahok di belitung timur,sedangkan Djarot berada di Blitar. Ahok berada di Sumatera, sedangkan Djarot ada di Jawa. Ahok keturunan orang Cina, Djarot keturunan suku Jawa. Tapi keduanya satu dalam balutan Indonesia.
Oh iya, Yanindra Ahok dan Djarot bersua saat Ahok diusung oleh partai Gerinda untuk berdampingan dengan rekan sesama partainya pak Djarot, pak Jokowi yang diusung PDIP untuk maju menantang Foke. Jokowi-Ahok dengan baju kotak kotaknya berhasil mengalahkan calon petahana. Pada saat itu Djarot menjabat sebagai tim pemenangan Jokowi Ahok. Jokowi akhirnya mengundurkan diri jabatan gubernur, dan maju untuk mengikuti Pilpres 2014. Jokowi menang dan menjadi presiden ke-7 Indonesia. Ahok secara otomatis kemudian menggantikan Jokowi menjadi gubernur DKI. Sempat terjadi persengketaan antara PDIP dan Gerinda saat penunjukan siapa wakil Ahok. Akhirnya atas keputusan yang tidak menguntungkan gerinda, Djarot yang saat itu menjabat walikota blitar dipindah ke ibukota untuk mendampingi Ahok.
Mereka kini maju bersama menjadi calon gubernur dan wakil gubernur DKI. Status mereka adalah petahana.
Hubungan antara pasangan Ahok dan Djarot ini hampir kandas, Yanindra. Penyebabnya adalah manuver politik dari Ahok. Pada awal tahun ini, Ahok menyatakan diri untuk maju melalui jalan independen. Ahok menerima tawaran teman Ahok, organisasi yang didirikan untuk memberikan dukungan untuk Ahok dengan cara memenuhi persyaratan jalur independen, yakni pengumpulan foto copy KTP.
Awalnya Ahok akan tetap berpasangan dengan Djarot pada Pilkada, akan tetapi karena Ahok memilih jalur independen, restu Djarot untuk bersanding kembali tidak keluar dari partai tempatnya mengabdi. Dengan berat hati, Ahok memilih orang lainnya untuk menjadi calon wakilnya yakni pak Heru. Meskipun demikian, Ahok juga tidak menampik kalau dirinya ingin tetap berpasangan dengan Djarot. Dalam hal ini betapa kasihnya sakitnya hati mas Heru sebagai kekasih cadangan.
Mungkin mas Heru juga sadar diri, kalau sebenarnya Ahok masih ingin berpasangan dengan Djarot. Tapi karena restu tak kunjung didapat, akhirnya dengan berat hati pasangan itu harus berpisah sementara. Foto copy KTP yang dikumpulkan teman Ahok-Heru sudah tercapai 1 juta, berarti Ahok sudah bisa untuk maju dalam Pilkada DKI. Djarot juga sudah mendapatkan lampu hijau dari pimpinan partai untuk bertarung dengan pasangannya.
Wacana Ahok maju lewat jalur independen memang mengejutkan. Banyak orang yang mendukung dan juga tidak sedikit orang yang menentang. Kaum penentang khususnya dari partai politik. Maka muncul istilahnya deparpolisasi, pingin menghapuskan peranan dari partai politik.
Meski Ahok mau lewat jalur independen, tapi beberapa partai tetap memberikan dukungan kepada Ahok tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Hal ini dikarenakan partai politik sadar diri bahwa elektabilitas Ahok sangat tinggi. Dukungan terhadap calon independen tanpa mahar apapun ini juga menjadi alat politik partai untuk mendapatkan simpati rakyat. Tujuannya adalah jelas, mengamankan suara untuk pemilu 2019. Partai politik yang mendukung Ahok antara lain Nasdem, Hanura dan terakhir adalah Golkar.
Salah satu yang menentang Ahok adalah PDIP. Beberapa simpatisan PDIP kemudian bersepakat dengan partai lain untuk membentuk koalisi kekeluargaan. Mereka sepakat untuk melawan Ahok. Salah satu partai kunci di DKI adalah PDIP yang menjadi pemenang saat Pemilu 2014. PDIP merupakan satu satunya partai di DKI yang boleh mengusulkan calonnya sendiri tanpa berkoalisi. Jadi suara PDIP sangat menguntungkan berbagai pihak. Hubungan Ahok dengan PDIP sempat merenggang dikarenakan wacana Ahok maju lewat jalur independen. Malah sempat petinggi PDIP dalam sebuah rapat menyanyikan yel yel Ahok pasti tumbang. Hubungan memanas antara Ahok dengan PDIP ditambah lagi dengan wacana Ibu Risma dari Surabaya akan ditarik ke Jakarta.
Tapi semua itu seketika berubah, Yanindra. Saat ibu Mega dengan hak prerogatifnya menetapkan Ahok Djarot maju dalam Pilkada DKI. Semua anak dari ibu Mega tidak bisa berbuat apa apa, mereka hanya bisa sendiko dawuh. Ini merupakan mekanisme demokrasi dalam partai PDIP yang menggunakan asas demokrasi terpimpin, dipimpin ibu Mega.