Gerakan PRRI-Permesta dan Penumpasannya
|Pada Demokrasi Liberal (1950-1959), kondisi perpolitikan di Indonesia mengalami ketidakstabilan. Pemilu 1955 yang prosesnya sangat sukses mengalami kegagalan dalam hasilnya. Banyak tokoh politik yang mementingkan kepentingan partai dibandingkan kepentingan umum. Hal ini mengakibatkan kondisi perpolitikan di Indonesia menjadi kacau. Rentan waktu yang sedemikian terdapat tujuh perdana menteri yang berkuasa. Kekacauan politik di pusat mengakibatkan gejolak di berbagai daerah salah satuya di Sumatera dan Sulawesi.
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Gerakan Perjuangan rakyat semesta (Permesta) merupakan pemberontakan yang terjadi pada masa Demokrasi Liberal. Penyebab dari pecahnya pemberontakan tersebut antara lain:
- Masalah tuntutan pemberian otonomi daerah dan tuntutan pemerataan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa. Pada masa Demokrasi Liberal bahkan sampai saat ini pembangunan masih terfokuskan di Pulau Jawa. Tidak adanya pemerataan pembangunan inilah yang membuat beberapa daerah melakukan gerakan pemberontakan untuk menentang pemerintah pusat.
- Ketidakstabilan pemerintah karena semakin besarnya peranan PKI. Pada Demokrasi Terpimpin pengaruh PKI semakin besar hal ini diperkuat dengan gagasan Nasakom dari presiden Soekarno. Pada pemilu pertama di Indonesia, PKI termasuk dalam empat besar partai pemenang pemilu.
- Masalah perdebatan di Konstituante. Konstitunate adalah suatu badan yang dibentuk hasil dari Pemilu 1955 pada tahap yang kedua yaitu pada tanggal 15 Desember 1955. Konstituante adalah badan yang bertugas membuat undang-undang dasar baru. Perdebatan panjang dalam konstituante tidak dapat diselesaikan. Para tokoh tetap mempertahankan pendiriannya mengenai dasar negara. Terdapat dua kelompok besar yang saling mempertahankan usulannya, yaitu antara golongan nasionalis sekuler dengan nasionalis agamis dalam hal ini adalah kelompok Islam yang ingin mengembalikan dasar negara seperti pada Piagam Jakarta.
- Pertentangan antara sipil dengan militer
Tokoh
- Achmad Husein pimpinan Dewan Banteng di Sumatera Tengah
- Kolonel Simbolon pimpinan Dewan Gajah di Sumatera Utara
- Letkol Barlian pimpinan Dewan Garuda di Sumatera Selatan
- Letkol Ventje Sumual pimpinan Dewan Manguni di Sulawesi Utara
Peristiwa
Pada 20 November 1956 diadakan reuni eks Divisi Banteng. Divisi Banteng adalah sebuah Divisi TNI yang pernah berjuang pada perang kemerdekaan di Sumatera Tengah. Hasil dari reuni mencangkup: 1) perbaikan yang progresif dan radikal terhadap masalah pimpinan Negara, 2) penyelesaian kericuhan dalam pimpinan angkatan darat, 3) pemberian otonomi seluas-luasnya bagi Sumatera tengah, 4) penghapusan sentralisasi birokrasi.
Pada 9 Desember, KSAD mengeluarkan pengumuman bahwa para perwira angkatan darat dilarang melakukan aktivitas politik.
Pada 10 Februari 1958 diadakan rapat raksasa di Padang, Letkol Ahmad Husein mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat yang isinya:
- Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5×24 jam.
- Presiden menugaskan Moh Hatta dan HB IX untuk membentuk zaken kabinet
- Meminta kepada presiden untuk kembali kedudukannya sebagai presiden konstitusional
Permintaan tersebut ditolak oleh pemerintah.
Pada 15 Februari 1958, Ahmad Husein mengumumkan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan Syafrudin Prawiranegara sebagai perdana menteri.
Pada 17 Februari Letkol D.J Somba, komandan daerah militer Sulawesi Tengah menyatakan diri putus dari pemerintah pusat dan mendukung PRRI dengan mendirikan Gerakan Perjuangan Rakyat Semesta
Pada pemberontakan PRRI-Permesta ada indikasi keterlibatan asing, yakni salah satunya adalah keterlibatan Amerika Serikat. Alan L.Pope, pilot asal Amerika Serikat ditangkap karena membawa muatan senjata untuk pasukan PRRI/ Permesta. Hal tersebut memunculkan dugaan keterlibatan Amerika Serikat dalam membantu gerakan PRRI/ Permesta yang bersikap anti komunis. Selain itu keterlibatan Amerika Serikat juga dikarenakan untuk mengamankan perusahan Amerika yang ada di Indonesia.
Penyelesaian
Penumpasan PRRI/Permesta adalah operasi militer paling besar dan menyeluruh dari kesatuan-kesatuan angkatan perang. Operasi penumpasan yakni Operasi 17 agustus dengan sasaran Sumatera Barat di bawah pimpinan Kolonel Achmad Yani, Operasi Sapta Marga dengan sasaran daerah Sumatera Utara di bawah pimpinan Brigjen Djatikoesoemo, Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan di bawah pimpinan Letkol Ibnu sutowo. Akhirnya pada 29 Mei 1961 pimpinan PRRI, Achmad Husein menyerah secara resmi beserta pasukannya.
Operasi penumpasan Permesta terdiri dari Operasi Sapta Marga dengan sasaran Sulawesi Utara dan Tengah di bawah pimpinan Letkol Soemarsono, Operasi Sapta Marga II dengan sasaran Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Letkol Agus Prasmono, Operasi Sapta Marga III dengan sasaran daerah Sulawesi Utara di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, Operasi Mena sasaran Jaiololo di bawah pimpinan Letkol Pieters dan Operasi Mena II dengan sasaran lapangan udara Morotai sebelah utara Halmahera di bawah pimpinan Letkol Hunholz.
Untuk materi tentang bentuk bentuk ancaman disintegrasi bangsa silahkan kunjungi link youtube berikut ini. Kalau bermanfaat jangan lupa subscribe, like dan share.. Terimakasih