Cara berpikir diakronis dan sinkronik dalam Sejarah
|Dalam menceritakan kembali masa lalu, sejarawan menggunakan cara berpikir diakronis dan sinkronis. Pada umumnya sejarah hanya menggunakan cara berpikir diakronis, sedangkan untuk cara berpikir sinkronis banyak diterapkan pada ilmu-ilmu sosial lainnya seperti ilmu politik, sosiologi, antropologi, ekonomi dan lain sebagainya. Namun juga tidak jarang sejarah juga menggunakan cara berpikir sinkronis dengan menggunakan berbagai ilmu bantu sejarah.
Demikian karena menurut Galtung, sejarah merupakan ilmu diakronis. Diakronis berasal dari bahasa latin yaitu kata diachronich yang artinya melalui atau melampaui; dan kata chronicus yang artinya waktu. Dengan demikian diakronis dapat diartikan memanjang dalam waktu tetapi tetap terbatas dalam ruang. Sejarah adalah ilmu yang mempelajari tentang peristiwa dari waktu ke waktu. Sehingga sejarah terdapat istilah periodisasi dan kronologi yang berhubungan dengan waktu. Pola pikir diakronis berarti peristiwa sejarah terdapat pada satu tempat dalam kurun waktu tertentu.
Sejarah itu diakronis maksudnya memanjang dalam waktu sedangkan ilmu sosial itu sinkronis (menekankan struktur) artinya ilmu sosial meluas dalam ruang. Melalui pendekatan diakronis sejarah mementingkan proses, sejarah akan membicarakan satu peristiwa tertentu dengan tempat tertentu, dari waktu A sampai waktu B, misalnya perkembangan Sarekat Islam di Solo pada tahun 1911-1920; terjadinya Perang Dipenogoro antara tahun 1925-1930; dan Revolusi Fisik di Indonesia pada tahun 1945-1949.
Sinkronis berarti meluas dalam ruang tetapi terbatas dalam waktu. Sedangkan melalui pendekatan sinkronis, sejarah menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, titik tetap pada waktunya. Ini tidak berusaha untuk membuat kesimpulan tentang perkembangan peristiwa yang berkontribusi pada kondisi saat ini, tetapi hanya menganalisis suatu kondisi seperti itu. Misalnya : Penggambaran ekonomi di Indonesia pada tahun 1998, disini penggambaran sejarah hanya menganalisis struktur dan fungsi ekonomi pada keadaan di tahun 1998 saja.
Kedua ilmu ini saling berhubungan (ilmu sejarah dan ilmu – ilmu sosial). Kita ingin mencatat bahwa ada persilangan antara sejarah yang diakronis dan ilmu sosial lain yang sinkronis, artinya ada kalanya sejarah menggunakan ilmu sosial, dan sebaliknya, ilmu sosial menggunakan sejarah Ilmu diakronis bercampur dengan sinkronis. Sebagai contoh, kondisi pereekonomian Indonesia pada era orde baru tahun 1966 sampai dengan 1998 yang ditulis oleh seorang ahli ilmu ekonomi.
Sejarah mempunyai kegunaan untuk ilmu ilmu sosil yakni (1) sejarah sebagai kritik terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial, (2) permasalahan sejarah dapat menjadi permasalahan ilmu-ilmu sosial, (3) pendekatan sejarah yang bersifat diakronis menambah dimensi baru pada ilmu-ilmu sosial. Sedangkan penggunaan ilmu-lmu sosial dalam sejarah karena akan mempertajam insight sejarawan.
Sumber:
Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana