Pelaksanaan Demokrasi Liberal di Indonesia
|Setelah kembali ke bentuk NKRI, Indonesia menggunakan sistem parlementer yakni Demokrasi Liberal. Pemerintahan liberal memiliki ciri-ciri jatuh bangunnya kebinet seperti Kabinet Natsir (1950-1951); Kabinet Sukiman (1951-1952); Kabinet Wilopo (1952-1953); Kabinet Ali Sastroamijoyo I (1953-1955); Kabinet Burhanuddin Harahap (1955-1956); Kabinet Ali Sastroamijoyo II (1956-1957) dan Kabinet Djuanda (1957-1959). Pada dasarnya program kabinet sama, persamaannya antara lain yaitu masalah keamanan, kemakmuran dan masalah Irian Barat.Baca Juga
Kabinet Natsir (Masyumi) 1950-1951 klik DI SINI
Kabinet Sukiman (Masyumi) 1951-1952 klik DI SINI
Kabinet Wilopo (PNI) 1952-1953 klik DI SINI
Kabinet Ali Sastroamijoyo I (PNI) 1953-1955 klik DI SINI
Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi) 1955-1956 klik DI SINI
Kabinet Ali Sastroamijoyo II (PNI) 1956-1957 klik DI SINI
Kabinet Djuanda (Zaken Kabinet) 1957-1959 klik DI SINI
Namun setiap perdana menteri pasti punya kelebihan seperti Kabinet Ali Sastroamijoyo I berhasil mengadakan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang menghasilkan Dasasila Bandung. Disisi lain juga muncul banyak gangguan dalam negeri misalnya DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh Kartosuwiryo, Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh Kahar Muzakar, Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh, Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar, DI/TII Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah
Baca Juga Materi
Isi Dasasila Bandung klik DI SINI
Pemberontakan DI/TII di Indonesia klik DI SINI
Pemilu dilaksanakan pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dengan tujuan memilih anggota DPR dan anggota konstituante. Pemenang Pemilu 1955 terdapat 4 partai besar yakni PNI, Masyumi, NU dan PKI. Kabinet Djuanda juga sering disebut sebagai Zaken Kabinet dikarenakan para menterinya terdiri dari para ahlinya masing-masing. Kabinet Djuanda berhasil menyatukan kesatuan wilayah laut Indonesaia dengan mengeluarkan yang dinamakan Deklarasi Djuanda yaitu mampu menyatukan wilayah-wilayah Indonesia dan sumber daya alam dari laut bisa dimanfaatkan dengan maksimal Disisi lain kondisi keamanan kabinet Djuanda juga mengalami gangguan keamanan yang terjadi di wilayah Sumatera yang dikenal dengan PRRI yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein, Kolonel Maludin Simbolan, Letkol Barlian, dan Kolonel Ventje Sumual.
Baca Juga Materi:
Kabinet Burhanudin Harahap klik DI SINI
Pelaksanaan Pemilu 1955 klik DI SINI
Kabinet Djuanda klik DI SINI
Isi Deklarasi Djuanda klik DI SINI
Pemberontakan PRRI – Permesta klik DI SINI
Pada masa kabinet Djuanda pemerintah membentuk dewan nasional yang bertugas memberi nasihat kepada kabinet dan dewan konstituante yang bertugas membuat Undang Undang Dasar baru. Namun dewan tersebut gagal dalam melaksanakan tugasnya akhirnya presiden soekarno mengeluarkan dekrit presiden tanggal 5 juli 1959 berisi tentang pembubaran konstitunete, pembentukan MPRS dan DPAS Kembali berlakunya UUD 1945.
Baca juga materi
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 klik DI SINI
Bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan mengalami keterpurukan ekonomi karena adanya blokade ekonomi belanda, inflasi yang tinggi, kas negara yang kosong, rusaknya sarana dan prasarana industri. Untuk mengatasi keterpurukan maka pemerintah memberlakukan tiga mata yaitu mata uang jepang, mata uang belanda, mata uang de javasche bank dan membuat mata uang sendiri yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI). Selain itu Indonesia juga megirim beras sebesar 5.000 ton ke India.
Baca juga materi:
Sejarah Oeang Republik Indonesia klik DI SINI
Kemudian menteri Ir Surachman mengeluarkan kebijakan pinjaman nasional yang dikembalikan dalam jangka waktu 40 tahun dan menerapkan plan kasimo yang berisi tetnang penanaman lahan kosong, melakukan transmigrasi dan pelarangan penyembelihan terhadap binatang yang digunakan untuk pertanian. Pada kabinet Natsir salah satu kebijakannya dengan melaksanakan sistem gerakan ekonomi benteng yang dicetuskan oleh Sumitro Djoyohadikusumo dengan tujuan memperbaiki ekonomi Indonesia, merubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional, membina pembentukan suatu kelas pengusaha Indonesia, Pemberian pinjaman kepada para pengusaha yang difungsikan untuk modal dalam usahanya itu. Namun usahan ini gagal yang disebabkan oleh (1) ketidakmampuan pengusaha pengusaha pribumi dalam bersaing dengan pengusaha pengusaha non pribumi, (2) Orang Indonesia hanya digunakan untuk memperoleh lisensi, pada kenyataannya yang menjalankan lisensi tersebut adalah perusahaan keturunan Cina dan (3) masyarakat pribumi lebih cenderung untuk konsumitif dan bermegah megahan.
Usaha kabinet sukiman dengan menasionalisasi de javasche bank langkah langkah membentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank yang akan mengkaji usulan langkah nasionalisasi, menyusun RUU nasionalisasi dan sekaligus merancang undang-undang bank sentral, Selanjutnya pada 15 Desember 1951diumumkan undang-undang No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank. Rancangan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pun diajukan ke parlemen pada bulan September 1952. Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui oleh parlemen pada 10 April 1953, kemudian disahkan oleh Presiden pada tanggal 29 Mei 1953 dan De Javasche Bank milik negara pun mulai berlaku pada 1 Juli 1953. Sejak saat itu bangsa Indonesia memiliki sebuah lembaga bank sentral dengan nama Bank Indonesia.
Baca Juga Materi
Nasionalisasi de javasche bank klik DI SINI
Perekonomian pada masa Demokrasi Liberal klik DI SINI
Setiap kabinet berupaya meningkatkan perekonomian nasional. Salah satunya pada masa kabinet Ali I menerapkan sistem ekonomi ali baba dengan tujuan Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribum. Adapun langkah-langkahnya Menggalang kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha pribumi, pengusaha non-pribumi wajib memberikan latihan-latihan kepada pengusaha pribumi, sementara itu pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional, pemerintah juga memberikan perlindungan bagi pengusaha lokal, agar dapat bersaing dengan pengusaha-pengusaha asing
Akhirnya sistem ekonomi ali baba juga mengalami kegagalan hal ini disebabkan oleh (1) Kredit yang digunakan ternyata tidak digunakan secara benar oleh para pengusaha pribumi (indonesia) dalam rangka mencari keuntungan tetapi malah dipindahkan kepada pengusaha tionghoa secara sepihak, dan (2) Kredit yang diberikan pada awalnya dimaksudkan untujk mendorong kegiatan produksi tapi malah diselewengkan untuk kegiatan konsumsi
Pelaksanaan demokrasi liberal sering berganti perdana menteri. Kabinet Natsir jatuh akibat adanya mosi tidak percaya dari Hadikusumo (PNI), Kabinet Sukiman jatuh akibat ditanda muncul mosi tidak percaya dari Sunarjo (PNI) mengenai ditand tanganinya MSA yang dianggap melanggar politik luar negeri bebas aktif, Kabinet Wilopo jatuh akibat adanya Peristiwa Tanjung Morawa dan Peristiwa 17 Oktober 1952, Kabinet Ali Sastroamijoyo I jatuh akibat mengenai konflik antara Sipil dengan Militer, Kabinet Burhanudin Harahap jatuh akibat dianggap tugasnya sudah selesai. Selanjutnya kabinet Ali II harus rela mengembalikan jabatannya kepada presiden dikarenakan gagal merebut Irian barat dan juga gerakan anti cina.
Kembalinya ke UUD 1945 mengakibatkan pemerintah melakukan kebijakan Demokrasi Terpimpin.
Baca juga materi
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 klik DI SINI
Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia klik DI SINI
Untuk materi lebih lengkap tentang PELAKSANAAN DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA silahkan kunjungi link youtube berikut ini. Kalau bermanfaat jangan lupa subscribe, like dan share.. Terimakasih