Kebudayaan dan Peradaban
|Dilihat dari pengertian dari “Kebudayaan” dan “Peradaban” secara umum maka keduanya adalah hampir mirip akan tetapi sebenarnya memiliki makna yang berbeda. Kebudayaan melahirkan peradaban dan peradaban lahir dari kebudayaan, dan tidak ada manusia yang tidak berbudaya karena tidak ada manusia yang hidup sendirian. Dari karena itulah maka sekelompok manusia yang membentuk masyarakat pasti melahirkan sebuah kebudayaan yang berkembang menjadi peradaban.
Kata ”kebudayaan” berasal dari sansekerta, buddayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “budhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang harus didapatkannya dengan belajar, dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Senada dengan Koentjaraningrat adalah apa yang didefinisikan oleh Selo Soemardjan, merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta, dan rasa masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
“Kebudayaan” dalam bahasa Inggris disebut culture. Sebuah istilah yang relatif baru karena istilah ‘culture’ sendiri dalam bahasa Inggris baru muncul pada pertengahan abad ke-19. Sebelum tahun 1843 para ahli anthropologi memberi arti kebudayaan sebagai cara mengolah tanah, usaha bercocok tanam, sebagaimana tercermin dalam istilah agriculture dan holticulture.
Hal ini dapat dimengerti karena istilah culture berasal dari bahasa Latin colere yang berarti pemeliharaan, pengolahan tanah pertanian. Dalam arti kiasan kata itu juga berarti“pembentukan dan pemurnian jiwa Seorang antropolog lain, E.B. Tylor (1871), dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture pernah mencoba memberikan definisi mengenai kebudayaan sebagai yaitu; “Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat”.
Adapun istilah “peradaban” dalam bahasa Inggris disebut civilization. Istilah peradaban ini sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian kita terhadap perkembangan kebudayaan. Pada waktu perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya yang berwujud unsur-unsur budaya yang halus, indah, tinggi, sopan, luhur, dan sebagainya, maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi.
Seperti yang diungkapkan Arnold Toynbee “The Disintegrations of Civilization” dalam Theories of Society, (New York, The Free Press, 1965), hal. 1355, peradaban adalah kebudayaan yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang sudah lebih tinggi. Pengertian yang lain menyebutkan bahwa peradaban adalah kumpulan seluruh hasil budi daya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik fisik (misalnya bangunan, jalan), maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan, seni budaya, maupun iptek).
Huntington memberi definisi bahwa peradaban adalah sebuah identitas terluas dari budaya, yang teridentifikasi melalui unsur-unsur obyektif umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subyektif. Berangkat dari definisi ini, maka masyarakat Amerika –khususnya Amerika Serikat- dan Eropa yang sejauh ini disatukan oleh bahas, budaya dan agama dapat diklasifikasikan sebagai satu peradaban, yakni peradaban barat.
Lebih lanjut Huntington menyatakan bahwa term “Barat”, secara universal, digunakan untuk menunjuk pada apa yang disebut dunia Kristen Barat. Dengan demikian, “Barat” merupakan sebuah peradaban yang dipandang sebagai “penunjuk arah” dan tidak diidentikkan dengan nama orang-orang tertentu, agama, atau wilayah geografis. Akan tetapi pengidentifikasian ini mengangkat peradaban dari historitas, wilayah geografis, dan konteks kulturalnya. Secra historis, peradaban Barat adalah peradaban Eropa, namun di era modern ini yang dimaksud dengan peradaban Barat adalah peradaban Eroamerika (Euroamerican) atau Atlantik Utara.
Mengenai pertentangan antara budaya Barat dan budaya Timur, Kun Maryati dan Juju Suryawaty menagatakan: “Dalam masyarakat dunia, ada pandangan yang menganggap budaya Barat sebagai budaya progresif atau maju yang sarat dengan kedinamisan (hot culture). Sebaliknya, budaya Timur diidentikkan dengan budaya yang dingin dan kurang dinamis (cold culture). Pertentangan ini cenderung Eropa-sentris sehingga mengakibatkan westernisasi di berbagai bidang kehidupan”.
Dari beberapa pengertian “kebudayaan” dan “peradaban” tersebut di atas tampak sekali terdapat perbedaan di antara keduanya. Di sini pemikiran yang lebih jelas tentang perbedaan “kebudayaan” dan “peradaban” dapat dijumpai dalam filosof mazhab Jerman, seperti Edward Spranger yang mengartikan “kebudayaan” sebagai segala bentuk atau ekspresi dari kehidupan batin masyarakat. Sedangkan peradaban ialah perwujudan kemajuan teknologi dan pola material kehidupannya.
Dengan demikian, maka sebuah bangunan yang indah sebagai karya arsitektur mempunyai dua dimensi yang saling melengkapi: dimensi seni dan falsafahnya berakar pada kebudayaan, sedangkan kecanggihan penggunaan material dan pengolahannya merupakan hasil peradaban. Dengan kata lain, kebudayaan ialah apa yang kita dambakan, sedangkan peradaban ialah apa yang kita pergunakan. Kebudayaan tercermin dalam seni, bahasa, sastra, aliran pemikiran, falsafah dan agama, bentuk-
bentuk spritualitas dan moral yang dicita-citakan, falsafah dan ilmu-ilmu teoritis. Peradaban tercermin dalam politik praktis, ekonomi, teknologi, ilmu-ilmu terapan, sopan santun pergaulan, pelaksanaan hukum dan undang-undang.