Sinkritisme Jawa dan Islam
|Pada awal perkembangannya, Islam di Indonesia, terutama sekali di Pulau Jawa sebagai pulau yang paling padat penduduknya serta pusat kerajaan Hindu-Jawa, menekankan pada tata cara ibadah ketimbang akidahnya. Akidah Islam yang ditanamkan kepada masyarakat mulai ditanamkan jauh hari setelah tersebarnya ibadah Islam, pun juga nampaknya masih harus menyesuaikan diri dengan tradisi-tradisi serta keyakinan penduduk yang telah berurat akar beberapa abad.
Dengan demikian, untuk jangka waktu yang cukup panjang sejak awal perkembangannya, bahkan sampai pada abak XIX, Islam Indonesia, khususnya di Jawa, masih memperlihatkan rautnya yang sinkretik, yaitu campur aduk dengan sufisme dan mistisme kepercayaan “pribumi” yang bersumber dari perkawinan budaya asli masyarakat Jawa dengan agama Hindu dan Budha. Sinkritisme Jawa Islam tampak pada beberapa bidang kehidupan masyarakat Jawa :
- Pertama adalah dalam bidang pemahaman, yakni penggabungan pemahaman antara dua atau lebih aliran yakni Islam, Hindhu, Budha dan budaya asli Jawa. Hal ini tampak pada pengucapan syahadat sebagai pengakuan kepada ketuhan Allah dan kerosulan Muhammad dalam bahasa Jawa, ketaatan kepada raja yang diwariskan dari kebudayaan raja dewa, ketaatan kepada orang tua, saudara tua, mertua dan guru.
- Kedua adalah dalam masalah kepercayaan yang terbagi dalam dua bentuk kepercayaan yang mengawinkan Jawa-Islam. Pertama adalah dalam konsep kosmogoni dan kosmologi. Kepercayaan dalam hal ini ditandai keyakinan tentang doktrin penciptaan. Brahmana diyakini sebagai sang pencipta bumi, Wisnu (dewa dalam Hindhu) sebagai pencipta manusia dan adam adalah manusia pertama yang diciptakan. Bentuk kepercayaan kedua adalah dalam konteks silsilah raja-raja Mataram yang bertujuan untuk menguatkan legitimasi kekuasaan raja Jawa. Munculnya istilah panengenan merupakan usaha raja untuk menunjukkan dirinya sebagai keturunan orang-orang besar, seperti klaim tentang keturunan Nabi Muhammad.
- Ketiga adalah dalam bidang ritual. Ritual keagamaan islam Jawa sengat berkaitan dengan siklus kehidupan (siklus peralihan/rites de passage) yang diyakini merupakan masa trasisi yang rawan akan “goro-goro” (kekacauan). Maka untuk mengantisipasi dampak buruk dari goro-goro tersebut, biasanya dalam masyarakat Jawa dilakukan ritual khusus, seperti ritual midodareni di waktu menjelang upacara perkawian, sebagai simbol permohonan kepada roh penguasa agar memberi berkah kepada mempelai dan slametan pada waktu-waltu tertentu.
- Keempat adalah dalam doa dan mantera. Bidang ini adalah hasil keberhasilan Islam dalam mengislamkan masyarakat Jawa tanpa mengubah polanya. Sunan Bonang adalah salah satu pelopor dalam hal ini. Beliau berhasil mengganti nama-nama dewa dalam doa dan mantera kultur Hindu-Budha Jawa dengan istilah rosul, malaikat dan tokoh-tokoh terkenal.
- Kelima adalah dengan menggabungkan ajaran Islam dengan kemasan budaya lokal. Sebagai contohnya adalah kewajiban berbakti kepada orang tua disimbolkan dengan upacara sungkeman pada hari raya idul fitri, kupat sebagai simbol permohonan kesalahan yang berasal dari kata ngaku lepat (mengakui kesalahan).
Untuk materi lebih lengkap tentang MASUKNYA AGAMA ISLAM DI INDONESIA silahkan kunjungi link youtube berikut ini. Kalau bermanfaat jangan lupa subscribe, like dan share.. Terimakasih