Andaikan sinyal mau mengerti

sulit mencari sinyalKamu nggak usah sampai sewot segitunya, Yanindra. Ini bukan mau dan inginku. Bukan karena aku ikut-ikutan sibuk untuk mengurusi pemilihan ketua partai berbaju kebesaran kuning itu yang menarik perhatian banyak orang dikarenakan adanya mahar bagi calon sebesar satu miliar. Aku itu nggak ada urusan sama sekali dengan masalah partai. Saat ini aku masih orang netral, orang yang masih bisa memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang benar. Kalau orang-orang partai itu sebagian besar sudah tidak bisa objektif, Yanindra.

Aku nggak sibuk sama sekali, Yanindra. Dari tadi sore aku hanya merenung di kamar sambil sesekali membuka lembaran-lembaran buku. Aku tidak memiliki kesibukan yang berarti. Aku tidak seperti para pejabat yang sibuk mencari keuntungan. Kalau dipikir-pikir para penjabat itu berwatak seperti pengusaha, yang setiap langkahnya hanya berujung pada untung dan rugi. Aku tidak sama seperti itu, Yanindra.

Sebenarnya setiap sms yang masuk ke HP ku langsung aku balas.

Iya, Yanindra, langsung aku balas

Soalnya sms darimu itu sudah aku tunggu dari beberapa hari, mungkin sudah beberapa minggu, atau malah mungkin sudah beberapa bulan yang lalu. Jadi setiap ada dipesan masuk ke HP ku rona bahagia menyelimuti ku. Aku hentikan membacaku, dan mengambil HP yang tergeletak tidak jauh dari tempat duduk ku. Kadang aku kecewe karena sms itu sms dari nomor yang tidak terdaftar di kontak HP ku, itu sms bukan dari kamu, bukan dari kamu yang selalu ku tunggu-tunggu. Layaknya para petani yang menunggu datangnya hujan, itu ibarat aku menunggu sms dari mu, Yanindra.

ma, nomer ku ini kirimi pulsa sepuluh ribu ya

Gitu kira-kira sms yang masuk tadi, yang membuat rona-rona kebahagiaan begitu saja menghilang.

Yang benar saja sms itu ditujukan kepada ku.

Aku dipanggil ma, mama???

Aku kan belum mama mama, aku kan masih tante-tante gemes… heuheuheu

***

Oh kalau yang ini benar-benar sms dari mu, Yanindra. Aku membukanya dengan penuh semangat, kebahagiaan tiba-tiba muncul kembali.

lagi apa?”

gimana kabar mu?”

bagaimana menurutmu dengan kasus YY?”

terus kasus mahasiswa yang dibunuh di kampus itu?”

Setiap sms pertanyaan mu itu selalu langsung ku balas, Yanindra. Aku tidak butuh waktu lama untuk membalasnya. Aku tidak butuh waktu untuk mengulur-ngulur supaya kamu menjadi lelah menunggu. Setiap pertanyaan mu itu sebenarnya langsung aku balas, Yanindra. Meski terkadang tidak langsung terkirim, melainkan tertunda. Kenapa pesan itu tertunda? Entah dimana pesan itu tertunda. Siapa yang menunda? Untuk apa ditunda? Aku tidak paham dengan hal tersebut Yanindra. Aku hanya bisa pasrah pada operator HP.

Oh sory Yanindra, bukan maksud aku menduakan Tuhan dengan operator.

kenapa sih balasnya lama, kamu lagi sibuk apa kok balasnya lama

itu bunyi sms mu yang terakhir aku baca. Dari sms tersebut, menandakan kamu marah, Yanindra.

Kepada siapa? Kamu masih tanya seperti itu, Yanindra?

Bukan karena aku sibuk, Yanindra, bukan. Tapi mungkin operatornya lagi sibuk, coba bayangkan saja, manusia modern itu satu orang memiliki lebih dari satu HP, jadi betapa sibuknya operator tersebut yang harus melayani banyak manusia manusia yang lapar akan komunikasi untuk berinteraksi.

Oh selain itu mungkin sinyalnya nggak ada, Yanindra. Maklum, rumah ku kan memang agak terpencil, jadi sulit sekali mencari sinyal. Kapan-kapan berkunjunglah ke rumah ku yang harus melewari gunung, menuruni lembah dan melintasi hutan belantara.Sebagus-bagusnya HP, kalau sudah masuk di kawasan tempat tinggalku, mesti nggak ada sinyal. Maka dari itu, smsnya sekarang, mungkin beberapa menit atau beberapa jam bahkan hingga beberapa hari baru terkirim, itu merupakan hal yang lumrah. Kalau kami yang setiap hari seperti itu, sudah terbiasa sehingga nggak perlu marah-marah seperti apa yang kamu lakukan barusan.

Jadi jangan menyalahkan aku, Yanindra

Jangan juga salahkan operator

Atau bahkan jangan salahkan pemerintah yang melakukan pembangunan yang tidak merata. Kasihan pemerintah yang sudah kerja, kerja dan kerja

***

“Lha terus salahkan siapa?”

Aku belum bisa menemukan siapa yang pantas untuk dipersalahkan, Yanindra.

Apa mungkin mbak-mbak gemes yang kemarin aku jumpai dengan pakai blaser hitam dan rok biru itu mau dipersalahkan???

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *