Brang Lor

Brang lorSetiap musim tanam seperti ini mesti tetanggaku sibuk dengan pekerjaan masing-masing Yanindra. Tetanggaku itu sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani Yanindra. Nggak deh, kalau lebih tepatnya mereka bermatapencaharian sebagai buruh tani. Waktu aku kuliah dulu diajarkan mengenai beda antara petani dengan buruh tani. Pada masa lalu ketika paham komunis berkembang pesat di Indonesia, kata-kata buruh akrab di telinga kita Yanindra. Akan tetapi waktu berganti, aruspun berubah, komunis dibabad abis, buruh diganti menjadi karyawan. Tapi tetap saja nggak ada karyawan tani menggantikan buruh tani.

Menurutku buruh tani dan petani kecil yang ada di desaku sebagian besar menderita Yanindra. Hidup mereka seolah hanya dipermainkan oleh harga, saat musim tanam harga pupuk dan obat-obatan mahal, pas gilirannya panen harga hasil pertanian turun. Mereka hidup dalam kesederhanaan, Yanindra. Masih ingat dalam benakku, seakan membawaku bernostalgia dengan masa lalu ketika aku masih kecil. Anak petani seperti aku ini dulu membeli baju baru hanya saat orang tuaku panen, dan itupun tidak dapat dipastikan kapan panennya. Aku masih ingat ketika dulu, anak-anak di desaku yang duduk dibangku sekolah dasar dari kelas satu hingga kelas enam tidak pernah berganti baju seragam sekolah. Warna putih baju dan celana merah, sudah tidak sama lagi, sudah kusam termakan usia.

Masyarakat di sekitar tempat tinggalku mengerjakan sebuah tanah negara yang dikelola perhutani Yanindra. Di sela-sela tanaman pokok, biasanya jati, tetanggaku memanfaatkan lahan tersebut untuk ditanami jagung, ketela pohon, kacang dan lain sebagainya. Sistem tumpangsari, kira-kira itu namanya Yanindra. Orang-orang di sekitar rumahku itu mengerjakan lahan dengan otodidak tanpa ada penyuluhan bagaimana menanam yang baik Yanindra. Biasanya bapak tani membawa istri dan anaknya untuk bertani. Mereka mengajarkan segala sesuatu kepada anaknya melalui keteledanan. Mirip sistem among yang digelorakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan.

Tanah di daerahku itu sebagian besar merupakan tanah yang cukup subur, namun sulit irigasi. Sebagian lahan adalah lahan tadah hujan yang sangat tergantung dengan hujan. Saat orang-orang Jakarta menolak-nolak hujan, kami memuja hujan. Kalau tidak ada hujan, hidup kami menjadi layu. Oh iya Yanindra, aku perkenalkan daerahku secara singkat ya, nanti kalau ada yang aneh jangan kamu tertawakan lho ya…

Orang menyebut daerah tempat tinggalku itu sebagai daerah brang lor Yanindra. brang lor itu berasal dari bahasa jawa, nyabrang ngalor dalam bahasa nasional menyebrang ke utara. Iya Yanindra, untuk menuju daerahku kamu harus menyebrang ke utara melewati Bengawan Solo dan hutan belantara yang tidak ada penduduknya dengan suasana gelap gulita. Ya namanya daerah agak jauh dari jalan raya, wajar kalau pembangunan agak tertinggal Yanindra. juga wajar kalau pola pikir masyarakatnya juga masih rendah. Tapi setelah memasuki melenium baru ini ada perubahan kok Yanindra. Hidup harus berubah menuju ke arah yang lebih baik.

Stigma yang melekat pada orang-orang yang berasal dari daerah brang lor itu biasanya negatif Yanindra. Iya negatif, lihat penampilanku yang urakan ini merupakan warisan dari leluhurku yang hidup di brang lor. Orang-orang kalau bertanya dijawab “orang brang lor”, terus kesannya mereka meremehkan orang-orang brang lor Yanindra. orang brang lor itu beda dengan orang brang kidul. Hal ini mengingatkanku pada cerita masa lalu di Amerika juga ada perbedaan yang mencolok antara wilayah utara dengan wilayah selatan. Akan tetapi di Amerika dibalik Yanindra, daerah utara daerah industry daerah selatan pertanian alias agraris beda dengan daerahku yang utara pertanian dan yang selatan industry.

Kalau dengar kata brang lor, mesti ingatanmu juga akan terbawa ke tahun 1511an Yanindra. Iya kan??? Saat itu portugis yang dipimpin oleh Alfonso de Abuquerque berhasil menguasai Malaka. Malaka merupakan kota perdagangan penting saat itu Yanindra. Oleh karena adanya monopoli perdagangan yang diterapkan oleh Portugis banyak daerah di nusantara melakukan perlawanan. Salah satunya berasal dari Demak. Pernah nggak Yanindra kamu ke Demak??? Ya bener Yanindra, disana ada masjid demak yang terkenal dengan adanya tiang yang terbuat dari tatal. Kamu belum tau tatal Yanindra??? tatal itu potongan kayu yang kecil-kecil Yanindra, beda dengan ranting lho ya.

Sabar Yanindra

Tenang saja kok, ada hubungannya antara brang lor dengan apa yang ku ceritakan panjang lebar di atas. Nah pemimpin dari penyerangan itu namanya Adipati Unus Yanindra. Karena usahanya menyerah Portugis di Malaka tersebut maka beliau mendapatkan julukan Pangeran Sabrang Lor, pangeran yang menyebrang ke utara. Iya Yanindra, arah Malaka itu dari Demak ke utara. Seandainya Nyi Roro Kidul rumahnya utara, apa nama ya Yanindra???

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *